Rabu, 16 Maret 2016

proposal skripsi implikasi kegiatan pesantren sabtu ahad ( psa ) dalam pembentukan karakter peserta didik di smp muhammadiyah 1 jombang

IMPLIKASI KEGIATAN PESANTREN SABTU AHAD ( PSA ) DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP MUHAMMADIYAH 1 JOMBANG PROPOSAL SKRIPSI Di Ajuakan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Ujian Proposal Skripsi Program Studi S-1 Pendidikan Agama Islam Oleh : AMINUR ROHIM NIMKO. 2012.4.112.0001.01991 SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL URWWATUL WUTSQO – JOMBANG 2015 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…. HALAMAN PERSETUJUAN……… A. KONTEKS PENELITIAN B. FOKUS PENELITIAN C. TUJUAN PENELITIAN D. MANFAAT PENELITIAN 1. Secara Teoritis 2. Secara Praktis E. PENEGASAN JUDUL F. LANDASAN TEORI G. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU H. METODE PENELITIAN 1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian 2. Kehadiran Peneliti 3. Sumber Data a. Data Primer b. Data Sekunder 4. Langkah – Langkah Penelitian 5. Teknik Pengumpulan Data 6. Teknik Analisa Data 7. Teknik Pengujian Keabsahan Data I. SISTEMATIKA PENULISAN DAFTAR PUSTAKA HALAMAN PERSETUJUAN Proposal Skripsi Atas Nama Aminur Rohim Ini Telah Di Revisi Dan Disetujui Oleh Dosen Pembimbing Jombang,……,………………. 2016 Dosen Pembimbing Drs. H. Misbah Halimi, M.P.d. IMPLIKASI KEGIATAN PESANTREN SABTU AHAD ( PSA ) DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP MUHAMMADIYAH 1 JOMBANG A. Konteks Penelitian Tujuan pendidikan nasional merupakan konsep yang dilandasi oleh suatu kesadaran bahwa membangun Indonesia sebagai suatu bangsa tidak cukup hanya dilakukan oleh suatu generasi dan zaman saja.Tujuan pembangunan tersebut merupakan amanat dan tanggung jawab manusia secara universal dan bangsa khususnya.Oleh karena itu diperlukan manusia-manusia dalam berbagai zaman dan generasi yang memiliki daya kemampuan membangun diri dan masyarakatnya. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak karena ini menyangkut kepentingan bersama, dan sebagai seorang guru di harapkan dapat menjadi seorang yang berada pada garda terdepan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.Karena gurulah yang dijadikan orang tua murid selama berada di sekolah.Maka tidak heran bila guru memiliki peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.Namun tidak bisa dipungkiri bahwa peran dari semua kalangan sangat diharapkan adanya sinergi, baik orang tua, lingkungan, pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang berkontribusi dalam upaya peningkatan dan perbaikan pendidikan di Indonesia. Ketika bangsa Indonesia bersepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan 1945, para bapak pendiri bangsa ( the founding fathers ) menyadari bahwa paling tidak ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama, adalah mendirikan Negara yang bersatu dan berdaulat, kedua, adalah membangun bangsa, dan ketiga, adalah membangun karakter. Ketiga hal tersebut secara jelas tampak dalam konsep Negara bangsa ( natioan-state ) dan pembangunan karakter bangsa ( nation and character building ). Pada implementasinya kemudian upaya mendirikan negara relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan upaya untuk membangun bangsa dan membangun karakter.Kedua hal terakhir itu terbukti harus diupayakan terus-menerus, tidak boleh putus di sepanjang sejarah kehidupan kebangsaan Indonesia. Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, seperti yang di kutip oleh Muchlas Samanimenegaskan : “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter ( character building ) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli. Di Indonesia pelaksanaan pendidikan karakter saat ini memang diasakan mendesak. Gambaran situasi masyarakat bahkan situasi dunia pendidikan di Indonesia menjadi motivasi pokok pengaruh utama (mainstreaming) implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Pendidikan karakter di Indonesia dirasakan amat perlu pengembangannya bila mengingat makin meningkatnya tawuran antar pelajar, serta bentuk-bentuk kenakalan remaja lainnya. Terutama di kota-kota besar, pemerasan/kekerasan ( bullying), kecenderungan dominasi senior terhadap yunior, fenomena supporter bonex, penggunaan naroba, dan lain-lain. Bahkan yang paling memperhatinkan lagi, keinginan membangun sifat jujur pada anak-anak melalui Kantin Kejujuran di sejumlah sekolah, banyak yang gagal, banyak usaha Kantin Kejujuran yang bangkrut karena belum bangkitnyasikap jujur pada anak-anak. Di siplin dan tertib lalu lintas, budaya antri, budaya baca, sampai budaya hidup bersih dan sehat, keinginan menghargai lingkungan masih jauh di bawah standart.Di kota-kota besar lampu merah seolah-olah tidak lagi berfungsi.Jika tidak ada petugas menyerobot lampu merah adalah kejadian sehari-hari.Kebanggaan kita terhadap jati diri dan kekayaan budaya sendiri juga masih rendah. Sebagai bangsa, kita masih saja mingidap inferiority complex nasional, terbukti masih suka dan melahap tanpa seleksi segala produk dan budaya asing. Parahnya, media masa juga lupa akan kewajiban untuk ikut mencerdaskan bangsa dan memotivasi cinta kepada budaya bangsa. Amat langka koran nasional yang mau mempublikasikan event budaya. Satu-satunya TV swasta nasional yang dulu setia menggelar tontonan wayang kulit pada akhir pekan, sekarang pun sudah tidak ada lagi. Tontonan budaya saat ini hanya dapat dilihat di TVRI dan pada segelintir TV regional yang sepi peminat. Kondisi bangsa seperti itu, yang mengabaikan pentingnya pendidikan karakter sehingga berdampak multi dimensi digambarkan oleh Soedarsono (2009) dalam Tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1 Potret Membangun Karakter yang Terabaikan RUMAH SEKOLAH MASYARAKAT Pembijaksanaan Usia Tua Meningkatnya pendekatan spiritual ? Banyak yang apatis Pemantapan Usia Dewasa ? ! Low trust society tidak saling menghargai, langkanya teladan. Pengembangan Usia Reamaja ? ! Tidak kondusif, orientasi pada uang, materi dan dunia Pembentukan Usia Dini Banyak diserahkan pada pembantu ! Tidak kondusif Sumber : soedarsono (2009) Mengapa pendidikan belum mampu mengubah perilaku warga bangsa menjadi lebih baik?mengapa kejujuran, komitmen, keuletan, kerja keras, hingga kesalehan ( kesalehan pribaadi dan kesalehan sosial ) seolah lepas dari persoalan pendidikan? kini kita semua bertanya ulang: bagaiman karakter bangsa ini? bagaimana masa depan Indonesia jika generasi penerusnya tidak memilliki karakter yang kuat dan jati diri? seakan-akan dalam dunia pendidikan, kejujuran telah menjadi barang yang langka. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan, dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasar Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikir baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multi kultural; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.Dalam kaitan itu telah diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk karakter yang merupakan hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional tersebut adalah: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab. Selanjutnya dalam implementasinya di satuan pendidikan Pusat Kurikulum menyarankan agar dimulai dari nilai esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai kondisi masing-masing sekolah, misalnya bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan, dan santun. Dalam konteks universal pendidikan karakter muncul dan berkembang awalnya dilandasi oleh pemikiran bahwa sekolah tidak hanya bertanggung jawab untuk memberdayakan dirinya agar memiliki nilai-nilai moral yang memandunya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada; 1. Pendidikan formal Pendidikan karakter pada penddidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMA/MAK dan perguruan tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan. 2. Pendidikan nonformal Dalam pendidikan non formal penddikan karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya lembaga, dan pembiaasaan. 3. Pendidikan informal Dalam pendidikan informal pendidikan karakter berlangsung dalam keluarga yang di lakukan oleh orangtua dan orang dewasa di dalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya. Maka betapa urgensinya karakter yang baik bagi seseorang maka diperlukan upaya-upaya untuk mewujudkan generasi bangsa ini agar memiliki karakter yang baik.Di SMP Muhammadiyah 1 Jombang terdapat kegiatan setiap pekan yang bernama “Pesantren Sabtu Ahad (PSA)” Kegiatan tersebut sangat efektifdalam upaya pembentukan karakter peserta didik. Berdasarkan uraian dan observasi penulis di atas, serta mengingat betapa pentingnya mewujudkan generasi bangsa ini yang berbudi pekerti mulia serta berkarakter baik.maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di SMP Muhammadiyah 1 Jombang tentang: “Implikasi kegiatan pesantren sabtu ahad (PSA) dalam pembentukan karakter peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Jombang”. B. Fokus Penelitian Berdasarkan konteks peneitian masalah di atas, maka diperlukan adanya fokus penelitian, agar lebih jelas apa yang hendak dibahas oleh peneliti dan agar tidak terjadi pembiasan dalam penelitian, oleh sebab itu peneliti membuat tiga fokus penelitian yaitu sebagaimana berikut; 1. Bagaimana implementasi kegiatan Pesantren Sabtu Ahad (PSA) di SMP Muhammadiyah 1 Jombang ? 2. Bagaimana implikasi kegiatan Pesantren Sabtu Ahad (PSA) dalam pembentukan karakter peserta didik di smp muhammadiyah 1 Jombang ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan Implementasi kegiatan Pesantren Sabtu Ahad (PSA) di SMP Muhammadiyah 1 Jombang. 2. Untuk mendeskripsikan Implikasi kegiatan Pesantren Sabtu Ahad (PSA) dalam pembentukan karakter peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Jombang. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah hasil dari kegiatan penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak.Manfaat dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu; manafat secara teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoritis a. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan bidang pendidikan serta bidang pembelajaran pendidikan tentang karakter. b. Memberi wawasan kepada pembaca mengenai implementasi kegiatan Pesantren Sabtu Ahad (PSA) . 2. Manfaat praktis a. Sebagai masukan bagi pihak sekolah mengenai pentingnya membentuk peserta didik dengan karakter yang baik.Karena mereka merupakan generasi penerus bangsa ini. Dengan penelitian ini diharapkan sekolah bisa mengambil manfaat dari hasil penelitian tersebut, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan karakter peserta didik. b. Memberi masukan kepada guru untuk menekankan pendidikan karakter pada peserta didik, dan juga mampu memberi sumbangan pengetahuan mengenai arti penting karakter yang baik, demi melahirkan generasi bangsa ini yang berakhlak mulia dan bermartabat. E. Penegasan Judul Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka diperlukan adanya penjelasan istilah-istilah yang di gunakan agar terdapat persamaan penafsiran dan tidak terjadi kesalahan persepsi, adapun istilah-istilah yang digunakan adalah sebagai berikut :  Implikasi ialah kesimpulan; keterlibatan atau keadaan terlibat; pelibat; penyelipan masalah.  PSA adalah kepanjangan dari pesantren sabtu ahad yaitu suatu kegiatan kokurikuler yang ada di SMP Muhammadiyah 1 Jombang.  Impilkasi kegiatan pesantren sabtu ahad maksudnya adalah keterlibatan kegiatan pesantren sabtu ahad dalam upaya meningkatkan karakter peserta didik  Karakter yang di maksud adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseoang dengan yang lain. Serta sebagai suatu kombinasi kualitas atau ciri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau suatu benda yang lain.  Karakter peserta didik maksudnya adalah akhlak atau budi pekerti yang di miliki oleh peserta didik. F. Landasan Teori 1. Terminologi Pesantren Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa di sebut dengan pondok saja atau kata kedua ini di gabung menjadi pondok pesantren. Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Pemakaian istilah pesantren juga menjadi kecendrungan para penulis dan peneliti tentang kepesantrenan belakangan ini baik yang berasal dari Indonesia maupun orang-orang mancanegara,baik yang berbasis pendidikan pesantren maupun mereka yang baru mengenal secara lebih dekat. Pondok pesantren menurut M. Arifin berarti : suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta di akui masyarakat sekitar, dengan simtem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidika agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan leadership seseoran atau beberapa orang kii dengan cirri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal. 2. Tujuan Pesantren tujuan umum pesanren adalah membina warga Negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupanya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan Negara. Adapun tujuan khusus pesantren adalah sebagai berikut : 1. Mendidik siswa atau santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, ketrampilan dan sehat lahir batin sebagai warga Negara yang berpancasila; 2. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama’ dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah secara utuh dan dinamis; 3. Mendidik siswa atau santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan Negara; 4. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro ( keluarga ) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya); 5. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual; 6. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat bangsa. 3. Sejarah Pesantren Pada awal rintisannya, pesantren bukan hanya menekankan misi pendidikan, melainkan juga dakwah, justru misi yang kedua ini lebih menonjol. Lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia ini selalu mencari lokasi yang sekiranya dapat menyalurkan dakwah tersebut tepat sasaran sehingga terjadi benturan antara nilai-nilai yang dibawanya dengan nilai-nilai yang telah mengakar di masyarakat setempat. Lazimnya, baik pesantren yang berdiri pada awal pertumuhannya maupun pada abad ke-19 dan ke-20 masih jua menghadapi kerawanan-kerawanan sosial dan keagamaan pada awal perjuangannya.Mastuhu melaporkan bahwa pada periode awalnya pesantren berjuang melawan agama dan kepercayaan serba Tuhan dan takhayyul,pesantren tampil mebawakan misi agama tauhid.Pesantren berjuang melawan perbuatan maksiat seperti perkelahian, perampokan, pelacuran, perjudian dan sebagainya.Akhirnya pesantren berhasil membasmi maksiat itu, kemudian mengubahnya menjadi masyarakat yang aman, tentram dan rajin beribadah. Pesantren berkembang terus sambil menghadapi rintangan demi rintangan.Sikap ini bukan ofensif, melainkan tidak lebih dari defensif, hanya untuk menyelamatkan kehidupannya dan kelangsungan dakwah islamiyah.Pesantren tidak pernah memulai dengan konfrontatif sebab orientasi utamanya adalah melancarkan dakwah dan menanamkan pendidikan.Pada tahap berikutnya pesantren diterima masyarakat sebagai uapaya mencerdaskan, meningkatkan kedamaian dan membantu sosio-psikis bagi mereka. Tidak mengherankan jika pesantren kemudian menjadi kebanggaan masyarakat sekitaarnya terutama yang telah menjadi muslim. 4. Fungsi Dan Peranan Pesantren Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya islam hingga sekarang, pesantren telah bergumul dengan masyarakat luas. Pesantren telah berpengalaman menghadapi berbagai corak masyarakat dalam rentang waktu itu.Pesantren tumbuh atas dukungan mereka, bahkan menurut husni rahim, pesantren berdiri di dorong permintaan dan kebutuhan masyarakat sehingga pesantren memiliki fungsi yang jelas. Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai dengan kurun sekarang telah mengalami perkembangan. Visi, posisi, dan persepsinya terhadap dunia luar yang telah berubah.pesantren pada masa paling awal berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama islam. Kedua fungsi ini bergerak saling mennujang. 5. Karakter Pesantren Pondok pesantren disebut sebagai lembaga pendidikan islam karena merupakan lembaga yang berupaya menanamkan nilai-nilai Islam di dalam diri santri. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain, yakni jika ditinjau dari sejarah pertumbuhannya, komponen-komponen yang terdapat di dalamnya, pola kehidupan warganya, serta pola adopsi terhadap berbagai macam inovasi yang dilakukannya dalam rangka mengembangkan sistem pendidikan baik pada ranah konsep maupun praktek. 6. Sistem pendidikan pesantren dalam proses transformasi Seluruh pengasuh pesantren memiliki pandangan yang sama mengenai perlunya dilakukan inovasi sistem pendidikan pesantren. Pasalnya, kiai-kiai itu berpegang pada satu prinsip yang sama, yaitu al-muhafadhah ala al-qadim as-salih wal akhdzu bil jadid al-aslah, yang berarti memelihara tradisi lama yang masih releven dan melakukan inovasi yang lebih konstruktif. Setiap inovasi yang diadopsi oleh pengasuh, tidak lain adalah inovasi yang berorientasi pada ketundukan perintah-perintah peribadatan, penegakan kebenaran, dan penempatan pesantren pada posisinya yang sejati, yakni sebagai sebuah lembaga keagamaan yang secara terus menerus dapat ”mengoreksi” seluk beluk kehidupan masyarakatnya. 7. Pengertian Karakter Karakter di maknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan setiap akibat dari keputusannya.Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, adat istiadat, dan estetika. Saat ini karakter dan pendidikan yang berbasis karakter mulai banyak di perhatikan oleh banyak kalangan terutama dalam dunia pendidikan, karena melihat realita generasi penerus bangsa ini mengalami penurunan dalam segi adap, sopan santun, etika, dan lain sebagainya, tidak heran jika konsep pendidikankarakter menjadi angin segar untuk menjawab persoalan bangsa ini. Dalam kamus bahasa Indonesia karakter adalah watak; tabiat; pembawaan; kebiasaan . Sedangkan banyak sekali pendapat yang mendefinisikan makna dari karakter, adapun karakter menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut : a. Menurut Warsono dkk, karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak.” b. Menurut Jack Corley dan Thomas Philip karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral.” c. Menurut scerenko mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa. d. Menurut robert marine karakter adalah gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan, yang membangun pribadi seseorang. Mengacu pada berbagai pengertian dan definisi karakter tersebut di atas, serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakter, maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. 8. Nilai-Nilai Karakter Budi pekerti dapat di katakan identik dengan morality ( moralitas ), namun juga ditegaskan bahwa sesungguhnya pengertian budi pekerti yang paling hakiki adalah perilaku. Sebagai perilaku, budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh perilaku. Dalam kaitan ini sikap dan perilaku budi pekerti mengandung lima jangkauan sebagai berikut: a. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan. b. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri. c. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga. d. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa. e. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar. Secara ringkas butir-butir nilai budi pekerti dan kaitannya dengan lima jangkauan tersebut digambarkan dalam tabel berkut: Tabel Jangkauan Sikap Dan Perilaku Dan Butir-Butir Nilai Budi Pekerti Jangkauan Sikap Dan Perilaku Butir-Butir Nilai Budi Pekerti Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan. Berdisiplin, beriman, bertakwa, berpikir jauh kedepan, bersyukur, jujur, mawas diri, pemaaf, pemurah, pengabdian. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri. Bekerja keras, berani memikul risiko ( the risk taker ), berdisiplin, berhati lembut/berempati, berpikir matang, berpikir jauh ke depan ( future oriented, visioner ), bersahaja, bersemanagat, bersikap konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, cerdik, cermat, dinamais, efisiens, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif,kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, sabar setia, adil, hormat, tertib, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tepat janji/amanah, terbuka, ulet. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga. Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, bijaksana, cerdik, cermat, jujur, berkemauan keras, lugas, menghargai waktu, tertib, pemaaf, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, sabar, setia, adil, hormat, sportif, susila, tegas, tepat, janji/amanah, terbuka. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa. Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, bertenggang rasa/toleran, bijaksana, cerdik, cermat, jujur, berkemauan keras, lugas, setia, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, adil, hormat, tertib, sportif, susila, tegas, tepat janji/amanah, terbuka. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar. Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, menghargai kesehatan, pengabdian. 9. Konsep Pendidikan Karakter Sebelum membahas tentang konsep pendidikan karakter secara universal perlu dipahami bahwa sebenarnya telah ada konsep pendidikan karakter yang asli ( genuine) Indonesia. Konsep pendidikan karakter yang asli Indonesia itu dapat digali dari berbagai adat-istiadat dan budaya di Indonesia, ajaran berbagai agama yang ada di Indonesia, ajaran berbagai agama yang telah lama diterapkan di Indonesia. G. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU “Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel Burlian karya Tere-liye dan relevansinya dengan pendidikan karakter” oleh : Ihsan Mz, S.Pd.I. Dalam penelitian tersebut peneliti menitik beratkan pada bagaimana nilai-nilai yang terdapat pada novel dikaitkan kepada pendidikan karakter. Sedangkan dalam penelitian yang ini “Implikasi Kegiatan Pesantren Sabtu Ahad ( PSA ) Karakter Peserta Didik Di SMP Muhammadiyah 1 Jombang.Terdapat perbedaan yang sangat tampak yaitu pada obyek yang diteliti serta deskripsi yang diteliti. “Penanaman nilai karakter pada siswa di MAN Wonokromo Bantul Jogja” oleh Marliya solihah. Dalam penelitian tersebut peneliti memfofkuskan pada bagaimana proses dari pelaksanaan penanaman karakter pada siswa MAN Wonokromo Bantul Jogja. Sedangkan dalam peneltian saya ingin meneliti keterkaitan antara kegiatan pondok pesantren sabtu ahad dalam upaya pembentukan karakter peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Jombnag. H. METODE PENELITIAN 1. Jenis DanPendekatan Penelitian Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif, karena penelitian di lakukan pada obyek yang alamiah.Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri.Untuk dapat menjadi intrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret dan mengkontruksikan situasi sosial pendidikan yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. 2. Kehadiran Peneliti Kehadiran peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data, oleh karena itu kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitian kualitatif mutlak diperlukan.Adapun peran peneliti dalam penelitian ini adalah pengamat penuh.Di sini peneliti berperan aktif secara langsung mengamati, mewancarai, menganalisis dan mendata obyek penelitian. 3. Sumber Data Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dilakukan pada setting alamiah ( natural setting ). Bila dilihat pada sumber datanya, maka sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. 4. Langkah-Langkah Penelitian Tahap-tahap penelitian ini terdiri dari ; tahap pralapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap pelaporan hasil penelitian. Dalam tahap pralapangan peneliti melakukan persiapan yang terkait dengan kegiatan penelitian, misalnya mengirim surat izin ketempat penelitian. Apabila tahap pralapangan sudah berhasil dilaksanakan peneliti melanjutkan tahap berikutnya sampai pada tahap pelaporan penelitian. 5. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.Perlu dijelaskan bahwa pengumpulan data dapat dikerjakan berdasarkan pengalaman.Memang dapat dipelajari metode-metode pengumpulan data yang lazim digunakan, tetapi bagaimana mengumpulkan data di lapangan, dan bagaimana menggunakan teknik tersebut dilapangan atau di laboratorium.(Nazir, 1998:211). Terdapat dua hal utama yang mempengarui kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumulan data.Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan rehabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview ( wawancara ), kuesioner ( angket ), observasi ( pengamatan ), dan gabungan ketiganya. 6. Teknik Analisis Data. Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar (pattaon, 1980:268). Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akdemis dan ilmiah (Suprayogo, 2003: 191). Analisis data dilakukan setelah data yang diperoleh dari sampel melalui instrumen yang dipilih dan akan digunakan untuk menjawab masalah daam penelitian atau untuk menguji hipotesa yang diajukan melalui penyajian data. Analisis non statistik berarti analisa kualitatif yang biasanya berupa studi literer dan atau studi empiris yaitu penelitian kualitatif (Riyanto, 2001: 104). Data kualitatif bisa disusun dan langsung ditafsirkan untuk menyusun kesimpulan penelitian yang dilakukan dengan katagorisasi data kualitatif berdasarkan masalah dan tujuan (Sudjana, 1989: 126). Dalam hal ini peneliti tidak perlu melakukan pengolahan melalui perhitungan matematis sebab datanya sudah memiliki makna apa adanya. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis.Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdaasarkan data yang terkumpul.Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang–ulang dengan teknik trianggulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori. 7. Teknik Pengujian Keabsahan Data Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam penelitian, diusahakan kemantapan dan kebenarannya.Untuk pengecekan atau pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini meliputi empat hal yaitu; kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas. Kredibilitas pada dasarnya menggantikan konsep validitaas internal dari penelitian nonkualitatif, agar penelitian memiliki kredibilitas yang tinggi sesuai dengan fakta di lapangan yaitu: 1. Memperpanjang keterlibatan peneliti di lapanga, 2. Melakukan observasi terus menerus sehingga dapat memahami fenomena yang ada 3. Melakukan trianggulasi 4.Diskusi dengan teman sejawat 5.Melakukan kajian 6.Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasisl analisis. Keteralihan atau transferabilitas sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaa antara konteks pengiri dan penerima. Suatu hasil penelitian dianggap memiliki transferabilitas tinggi apabila pembaca laporan memiliki pemahaman yang jelas tentang focus dan isi penelitian. Depandibilitas merupakan subtitusi istilah realibilitas dalam penelitian nonkualitatif.Jika suatu kondisi dilakukan pengujian dengan beberapa kali pengulangan dan hasilnya secara esensialsama, maka dikatakan reliabilitasnya tercapai. Kreteria inii berasal dari konsep “obyektifitas” menurut nonkualitatif yang ,enekankan pada “orang” yakni jika suatu obyektif, berarti dapat dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan. Terkait dengan hal ini subyektif berarti tidak dapat dipercaya. Pengertian inilah yang dijadikan tumpuan pengalihan pengertian obyektifitas-subyektifitas menjadi kepastian ( confirmability). I. Sistematika Penulisan agar pembahasan sekripsi nanti lebih terarah dan sistematis serta berkaitan antara pembahasan masing-masing bab, maka perlu dibuat sitematika penulisan, yaitu sebagaimana berikut : Bab I : merupakan bab pendahuluan yang terdiri atas konteks penelitian, fokus penelitian, dimana peneliti bermaksud menjabarkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pembahasan dan yang menjadikan peniliti tertarik untuk meneliti hal tersebut. Tujuan penelitian, manfaat penelitian, manfaat penelitian, penegasan judul. Bab II : Landasan teori memuat tentang terminologi pesantren, tujuan pesantren, sejarah pesantren, fungsi dan peranan pesantren, karakter pesantren, sistem pendidikan pesantren dalam transformasi, kemudian dilanjutkan dengan pengertian karakter, nilai-nilai karakter, konsep pendidikan karakter. Bab III : Merupakan metode penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, sumber data, langkah-langkah penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, teknik pengujian keabsahan data. Bab IV : Merupakan paparan serta temuan yang berisi uraian mengenai diskripsi data dan analisis hasil penelitian. Bab V : Kesimpulan dari hasil penelitian sebagai suatu jawaban atas sebuah permasalahan dan kemudian saran-saran. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: PT. Rineka Cipta 2013. Halim,Abd Soebahar Modernisasi Pesantren Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai Dan Sistem Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: PT.LKiS Printing Cemerlang, 2003. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini Jakarta: Rajawali, 1987 Munir, Abdul Mulkhan.Paradigm IntelektualMuslim :Pengantar Filsafat Pendidikan Islam Dan Dakwah. Yogyakarta: SIPRES, 1993. Qomar mujamil, “Pesantren Dari Transformasi Metodologinmenuju Demokratisasi Institusi” Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama Samani, Muchlas, Harianto, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2014. Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2015 Tanzeh, Ahmad, metodologi penelitian praktis cet ke 1 Yogyakarta: penerbit teras 2011. Tim Pustaka Agung, Kamus Ilmiah Popular Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar