Rabu, 23 Maret 2016

era baru

ERA BARU Lagi heboh (lagi) soal taksi dan ojek online. Bahkan ratusan sopir taksi kemarin demo menolak taksi online. Saya dari awal termasuk yg antipati dgn taksi dan ojek online ini. Tapi penolakan saya bukan karena mereka menggunakan teknologi. Bukan pula karena masalah mereka menyalahi perijinan, KIR, dsb. Penolakan saya karena ada sesuatu yg UNNATURAL dalam praktik bisnis taksi/ojek online ini. Sesuatu yg UNNATURAL ini merupakan bom waktu yg cepat atau lambat akan MELEDAK. Sayangnya, para stakeholder bisa dibilang gagal melihat sesuatu yg UNNATURAL ini. Ada yg melihatnya dari sudut pandang APLIKASI. Ada yg dari sudut pandang PERIJINAN. Ada juga yg dari sudut pandang REGULASI. BUKAN ITU inti masalah ojek online ini. Kalo soal aplikasi, maka taksi/ojek konvensional bisa juga pake aplikasi. Bahkan Bluebird dan Ekspress juga sudah menggunakan aplikasi. Tapi mengapa bom waktu ini tidak bisa di-nonaktifkan? Kalo soal perijinan, maka andai taksi/ojek online clear urusan perijinannya, bom waktu ini akan tetap aktif. Kalo soal regulasi, maka andai regulasi sudah mengakomodir taksi/ojek online, bom waktu ini akan tetap aktif. Masalahnya BUKAN ITU. Masalahnya adalah pada HARGA YG UNNATURAL. Biar gampang melihatnya, saya ibaratkan dengan pedagang bakso. Modal yg dibutuhkan utk 1 porsi bakso misalnya Rp.8000. Biar dapat untung, dan pasti tukang bakso mau untung, karena tidak ada yg namanya dagang tapi tidak nyari untung, maka 1 porsi bakso dijual Rp.11.000. Ini NATURAL. Sesuai dgn hukum alam. Sesuai dgn prinsip ekonomi. Tapi bagaimana jika tiba2 saya ikutan jual bakso tapi pakai aplikasi, dgn modal yg sama per porsi, tapi bakso saya jual Rp 4.000? Inilah yg saya sebut UNNATURAL. Tidak wajar! Konsumen pasti dukung saya, karena harga saya murah banget. Konsumen pasti berpihak pada saya. Dan jika ada pedagang bakso lain protes, konsumen pasti akan mencibir pedagang bakso lainnya tadi. Saya dianggap jenius bisa memberikan harga murah bagi konsumen. Tapi konsumen tidak salah. Sikap kons

era sharing economy

Ini Dampaknya Ketika Anak-Anak Muda Mengeksplorasi 'Sharing Economy' Oleh Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) Karena sharing, maka menjadi murah. Selamat datang anak-anak muda pembaharu! Mereka memang berbeda dengan orang-orang tua yang dibesarkan dalam peradapan “memiliki.” Orang-orang tua tahunya berbisnis itu harus membeli dan menguasai. Jadinya semua mahal. Mobil harus beli sendiri, tanah, gedung, pabrik, bahan baku, semua disatukan dengan nama pemilik yang jelas. Akibatnya modal jadi besar. Mau buka mal urusannya banyak. Sedangkan generasi milenials cukup pergi ke dunia maya. Serahkan pada pada robot (digital technology), lalu berkumpullah para pemilik barang untuk membuka lapak di sana dan berbagi hasil. Sama juga dengan membuka usaha transportasi. Yang mahal hanya ide, lalu buat aplikasinya. Siapapun yang punya kendaraan bisa bergabung, dan malam harinya kendaraan tersebut diparkir di rumah masing-masing. Tak perlu jasa keamanan atau pol taksi. Akibatnya wajar, kalau sebagian generasi tua gagal paham menyaksikan ulah mereka yang memurahkan segala macam harga. Kalau ini mewabah, gila! Indonesia bakal dilanda deflasi, bukan inflasi. Tapi kini mereka dituduh menerapkan strategi harga predator yang bisa diperkarakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Ongkos taksi yang harusnya Rp 150.000, cuma dihargai Rp 70.000. Kamar penginapan yang permalamnya Rp 1 Juta ditawarkan Rp 200.000. Apa betul ini persaingan tak wajar? Belum lagi gadget, tiket, atau perabotan sehari-hari. Milenials bukan saja pribumi di dunia digital, melainkan juga sharing economy. Kriminalisasi atau Legalisasi Tapi gini ya, ini bukan prostitusi online yang bekerja sembunyi-sembunyi. Mereka hadir terang-terangan di depan mata kita. Bahkan kita sesekali mencicipinya. Tetapi sebagian orang sering menyamakan mereka dengan bisnis ilegal. Persepsi ini diperburuk oleh ketidakmengertian kita tentang sharing economy yang gejalanya sudah marak dimana-mana. Kita bilang mereka menerapkan strategi “predatory pricing“. Kita juga bilang, aspek keamanan mereka tak terjamin. Kedua isu itu sudah mereka diskusikan sejak 3 tahun yang lalu. Makanya mereka mengembangkan sistem komunal dan rating. Siapapun yang reputasinya buruk dari consumer experience, mereka drop dari komunitas berbagi itu. Sejarah hidup mereka di-review dari perilaku sehari-hari di dunia maya. Maka, bagi para orang tua, cara kerja anak-anak muda ini sulit dipahami. Sebagian pengambil kebijakan dan para pelaku usaha lama yang sudah terikat dengan fixed cost yang besar, menuntut agar usaha mereka dihambat. Atau kata publik, dikriminalisasi. Ditangkap, dijebak, dibubarkan, diblokir, dan diusir dari republik ini. Namun susahnya, dunia sharing ini adalah dunia yang tak mengenal batas-batas negara. Diusir dari sini, ia bisa dioperasikan dari luar negeri. Di luar negri, kriminalisasi, denda dan larangan sudah dilakukan berkali-kali, tetapi mereka kembali hidup lagi di tempat lain, bahkan dimodali Silicon Valley. Saya sendiri memilih jalan perubahan. Anda tak akan mungkin melawan proses alamiah ini. Daripada terus bertengkar, lebih baik beradaptasi. Sejak dulu, para ahli sudah mengingatkan, teknologi baru menuntut manusia-manusia berpikir dengan cara baru. Kata Peter Drucker, New Technology X Old Mindset hasilnya: Fail! Gagal! Jadi teknologi baru butuh mindset baru. Itu baru menjadi kesejahteraan. Jadi, para pelaku usaha yang lama harus berubah seperti tukang-tukang ojek pangkalan yang kini sudah berjaket hijau atau biru. Sebagian customer masih nyaman pakai taksi langganannya. Tetapi pasarnya tinggal sedikit. Tak sebesar dulu lagi. Nah sebagian lagi, harus disiapkan dengan platform baru: sharing economy. Dan ingat, sebentar lagi pemilik-pemilik hotel pun akan berdemo dan para pekerjanya menuntut airbnb.com, couchsurfing.com dan sejenisnya dibubarkan. Harta-harta Yang Menganggur Problem yang muncul dari peradaban owning economy adalah sampah menumpuk dimana-mana, karena semua manusia ingin memiliki sendiri-sendiri. Jalanan jadi super macet di seluruh dunia, air semakin kotor dan gap kaya-miskin begitu besar. Semua ini disebabkan oleh tragedi kapitalisme yang menghargai penumpukan modal, hak-hak kekayaan individu “yang tak mau berbagi” secara adil dengan efek penguasaan aset-aset strategis. Padahal dulu, orang-orang tua kita hidup dalam sistem berbagi. Mereka hidup di kampung dan bebas melintasi tanah milik orang lain atau tanah ulayat yang tak berpagar. Suasananya berubah, begitu tanah-tanah itu dikuasai orang lain yang mampu mengubah status tanahnya. Mereka tak lagi berbagi bahkan untuk sekadar numpang lewat saja. Peradaban owning economy membuat individu-individu tertentu cepat mengendus harta-harta strategis, dan memagarinya, walau untuk jangka waktu yang lama tak digunakan. Akibatnya di abad 21 ini lebih dari 50 persen tanah-tanah itu menganggur. Termasuk lahan-lahan pertanian yang kelak akan dialihfungsikan. Maka ia hanya ditumbuhi ilalang dan dipagari tinggi. Para ekonom menyebut istilahnya sebagai underutilized atau idle capacity. Boros, menganggur, tak produktif. Pabrik-pabrik, perkebunan, vila mewah, mobil-mobil keren, semua dikuasai, tetapi belum tentu dipakai sebulan sekali oleh pemiliknya. Menjadi rumah hantu atau pajangan tak bermanfaat. Nice to have, only! Sampailah muncul teknologi baru, dengan generasi perubahan. Bagi kaum muda sharing economy dianggap sebagai penyelamat planet ini dari keserakahan manusia. Mereka menggagas ideologi-ideologi praktis tentang kesempatan berbagi. Setelah kewirausahaan sosial, lalu sharing economy. Mereka bilang, “buat apa membeli yang baru, kalau barang-barang yang lama saja masih bisa dipakai orang lain.” Maka jutaan barang-barang bekas yang ada di garasi dan gudang rumah dijual kembali via e-Bay, OLX atau Kaskus. Gila, piringan hitam zaman dulu hidup lagi. Velg-velg mobil yang sudah langka kini bisa ditemui. Lalu mereka juga bilang, ”buat apa beli sepeda motor baru, kalau yang ada di masyarakat bisa dijajakan oleh pemilik- pemiliknya.“ Itu menjadi Gojek dan Uber. Setelah itu kebun-kebun yang menganggur ditawarkan kepada anak-anak muda yang mau bertani, hasilnya mereka bantu jualkan langsung ke konsumen via igrow.com. Lalu pemilik-pemilik rumah-rumah atau satu-dua kamar yang kosong ditawarkan melalui . Bahkan ada tuan rumah yang menawarkan jasa plus sebagai guide buat jalan-jalan. Persis seperti menginap di rumah paman. Di Prancis ada komunitas yang menawarkan mesin cuci pakaian, bahkan juga mesin cuci piring. Di Indonesia, ada yang menawarkan jasa pijet, yang pesertanya bahkan ada lulusan D3 fisioterapi untuk merawat pasien stroke. Prinsipnya, lebih baik jadi uang daripada rusak tak terawat; lebih baik murah tapi terpakai penuh ketimbang underutilized. Ketika Sharing Economy menjadi gejala ekonomi yang marak, maka gelombang ini akan terjadi: Deflasi karena harga-harga akan turun, ledakan pariwisata dalam jumlah yang tak terduga karena banyak pilihan menginap yang murah, aset-aset milik masyarakat yang mengganggur menjadi produktif, dan kerusakan alam lebih terjaga. Sebaliknya, ia juga menimbulkan dampak-dampak negatif: Pengangguran bagi yang tak lolos dalam seleksi alam (persaingan) dengan business model baru ini, kerugian-kerugian besar dari sektor-sektor usaha konvensional yang konsumennya shifting (berpindah), dan kriminalisasi oleh para penegak hukum atau pembuat kebijakan yang terlambat mengatur. Sekarang negara punya dua pilihan. Pertama, tetap hidup dalam owning economy, dengan risiko pasar yang besar ini menjadi ilegal economy dengan operator pengendali dari luar Indonesia. Kedua, melegalkan sharing Economy dan mendorong pelaku-pelaku lama menyesuaikan diri. Silahkan direnungkan!

sharing economy

Tulisan bagus pak Rhenald Kasali. Selamat Datang Sharing Economy   17 March, 2016 , by Rumah Perubahan Senin (14/3) lalu kawasan Balai Kota DKI Jakarta, Istana Negara, dan kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika dirserbu ribuan pengemudi taksi. Mereka berdemo menolak kehadiran taksi yang berbasis aplikasi online. Anda pasti bisa dengan mudah menerka penyebabnya. Iya, penghasilan mereka terpangkas akibat hadirnya taksi berbasis aplikasi. Bahkan sebetulnya bukan hanya taksi itu yang membuat penumpang berpindah. Ojek online merebut sebagian pasar taksi konvensional. Mereka mengeluh, utang setoran ke perusahaan terus bertambah. Padahal, uang yang dibawa pulang untuk makan anak-istri makin turun. Kita tentu prihatin dengan kenyataan tersebut. Apalagi jumlah pengemudi angkutan umum ini tidak sedikit. Seluruhnya bisa mencapai 170.000-an. Sampai di sini Anda mungkin bergumam: mengapa mereka tidak berubah saja? Ke mana para eksekutifnya? Mengapa mereka membiarkan pasarnya digerus para pelaku bisnis online tanpa berupaya melakukan perubahan internal? Tentu semua ini tak akan mudah. Sampai di sini adagium perubahan kembali berbunyi: kalau rasa sakit manusia itu belum melebihi rasa takutnya, rasanya belum tentu mereka mau berubah. Maaf, pesan ini berlaku buat kita semua, baik yang sedang duka maupun yang masih gembira. Tapi, supaya fair, kita juga mesti melihatnya dari sisi yang lain, yakni pengemudi taksi berbasis aplikasi dan ojek online . Mereka juga tengah mencari penghasilan untuk mencukupi kebutuhan anak istrinya. Lalu, pelanggannya juga senang memakai taksi berbasis aplikasi karena serasa naik mobil pribadi dan tarifnya pun murah. Begitu selesai langsung turun. Praktis. Tak pakai bayar-bayaran tunai. Bisnis taksi berbasis aplikasi ini juga punya pesaing. Anda bisa klik www.nebeng.com. Iniaplikasi yang juga mempertemukan pemilik kendaraan pribadi dengan mereka yang membutuhkan angkutan ke arah yang sama. Tarifnya tak kalah bersaing. Misalnya tarif dari Perumahan Vila Nusa Indah di Bekasi ke Jakarta hanya Rp15.000 sekali jalan. Murah! Para pemilik kendaraan yang rela “ditebengi” ini juga ikut andil dalam mengurangi kemacetan di Jakarta. Ketimbang setiap orang naik mobil pribadi, lebih satu mobil dipakai bersama-sama dengan cara nebeng. Jumlah mobil yang masuk ke Jakarta jadi lebih sedikit. Pertarungan Business Model  Tapi, mari kita bahas soal perseteruan taksi konvensional vs taksi berbasis aplikasi. Hadirnya taksi berbasis aplikasi, menurut saya, adalah penanda datangnya era crowd business. Apa itu crowd business? Sederhana. Ini bisnis yang kalau Anda mencoba mencari polanya bakal pusing sendiri. Sebab serba tidak jelas. Misalnya, tidak jelas batasan antara produsen dan konsumen. Juga, tidak jelas kreditor dengan debitor. Siapapun bisa menjadi pemasok Anda, tetapi sekaligus menjadi konsumen Anda. Crowd business kian kencang berputar akibat kemajuan teknologi informasi— yang terutama membuat arus informasi mengalir deras dan sekaligus memangkas biaya-biaya transaksi. Dulu kalau kita mau mencari suatu barang mesti menghabiskan waktu, tenaga dan uang. Kita datang ke beberapa toko, melihat barang, membandingkan harganya, dan melakukan tawar-menawar. Kalau setuju, baru kita membayar. Kini tidak perlu lagi. Kita cukup berselancar di dunia maya, mencari barang dan membandingkannya, memilih, memesan, lalu membayar. Semuanya bisa dilakukan tanpa kita harus beranjak dari kursi dan dengan biaya nyaris nol. Itu pula yang terjadi dalam perseteruan antara bisnis taksi konvensional vs taksi berbasis aplikasi. Di bisnis taksi konvensional, kita bukan hanya harus membayar jasa angkutannya, tetapi secara tidak langsung juga mesti menanggung biaya kredit mobilnya, gaji pegawai perusahaan taksinya, biaya listrik dan AC, dan sebagainya. Di bisnis taksi berbasis aplikasi, kita tidak ikut menanggung biaya-biaya tersebut. Jadi, tak mengherankan kalau tarifnya bisa lebih murah. Kolega saya pernah membandingkan. Untuk rute Cakung ke Halim Perdanakusuma yang samasama di Jakarta Timur, dengan taksi konvensional tarifnya Rp105.000, sementara dengan taksi berbasis aplikasi hanya Rp55.000. Ini jelas pilihan yang mudah buat calon konsumen. Switching cost dalam industri ini amat rendah. Maka terjadilah downshifting. Lalu, bagaimana yang satu bisa lebih mahal ketimbang yang lain? Ini adalah persoalan model bisnis. Analoginya mirip bisnis penerbangan full service dengan low cost carrier (LCC). LCC mendesain model bisnisnya dengan memangkas berbagai biaya, sehingga tarifnya menjadi lebih murah ketimbang maskapai penerbangan yang full service. Model bisnis inilah yang membuat bisnis taksi era lama bakal segera usang. Pesaingnya bukan sesama bisnis taksi, melainkan para pembuat aplikasi yang mempertemukan para pemilik mobil pribadi dengan calon konsumen yang membutuhkan jasa angkutan. Selamat datang di peradaban sharing economy. Efisiensi menjadi kenyataan karena kita saling mendayagunakan segala kepemilikan yang tadinya idle dari owning economy. Berdamai, bukan Menentang  Kasus serupa bisnis taksi bakal kita jumpai dalam bisnis-bisnis yang lain. Di luar negeri, pangsa pasar bisnis perbankan mulai terganggu oleh hadirnya perusahaan-perusahaan crowd funding. Anda bisa cek ini di www. l e n d i n g c l u b . com. Perusahaan ini mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit ke masyarakat. Bedanya, proses mendapatkan kreditnya jauh lebih simpel ketimbang perbankan, dan suku bunganya pun lebih murah. Di Indonesia, bisnis ala lending club sudah ada. Anda bisa cek website-nya di www.gandengtangan.org. Memang untuk sementara bisnis yang didanai masih untuk usaha skala UMKM dan social enterprise. Tapi, siapa tahu ke depannya bakal melebar ke mana-mana Di luar negeri, adawww.airbnb.com yang mempertemukan para pemilik rumah pribadi yang ingin menyewakan rumahnya dengan orang-orang yang mencari penginapan. Soal tarif, jelas lebih murah ketimbang hotel. Lalu, ada juga aplikasi yang mempertemukan para pemilik mobil pribadi dengan calon konsumen angkutan darat. Namanya Lyft. Hadirnya aplikasi ini membuat bisnis taksi tersaingi. Begitulah, kita tak bisa membendung teknologi. Ia akan hadir untuk menghancurkan bisnisbisnis yang sudah mapan—yang tak bisa beradaptasi dengan perubahan. Persis kata Charles Darwin, bukanyangterkuatyang akan bertahan, tetapi yang mampu beradaptasi dengan perubahan. Maka, kita harus berdamai dengan perubahan. Bagaimana caranya? Di luar negeri, para pengelola chain hotel berdamai dengan kompetitornya, para pemilik rumah yang siap disewakan melalui jasa www.airbnb.com . Caranya, mereka menjadi pengelola dari rumah-rumah yang bakal disewakan tersebut sehingga ruangan dan layanannya memiliki standar ala hotel. Belum lama ini saya menikmatinya di sebuah desa di Spanyol Selatan, dan saya puas. Kasus serupa menimpa Lego, perusahaan mainan anak, yang terancam bangkrut pada awal 1990-an. Hadirnya video games membuat anak-anak kita tak berminat lagi dengan batu bata mainan buatan Lego. Namun, perusahaan itu mampu bangkit lagi dengan mengandalkan inovasi dari orangorang di luar perusahaan, atau crowd sourcing. Mereka semua belajar dari model bisnis Kick Starter yang fenomenal. Lego tak melawan perubahan, tetapi berdamai. Saya tidak punya resep khusus bagaimana caranya setiap perusahaan mesti menghadapi perubahan. Intinya jangan menentang. Berdamailah dengan perubahan. Demikian juga pesan saya kepada bapak Presiden, Menteri Perhubungan, Gubernur DKI, dan Menteri Kominfo. Kita butuh cara baru yang berdamaidenganperubahan. Maka, kita semua akan selamat. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan

Kamis, 17 Maret 2016

makalah hubungan iman, islam, dan ihsan

Hubungan Iman, Islam Dan Muslim ( identitas mukmin terletak pada sikap dan perilaku yang baik dan kualitas keislaman terletak sejauh mana ia memperlakukan orang lain ) Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Hadist Semester VIII B Dosen Pembimbing: Dr. Hj. Mihmidaty Ya’qub. M.Pd.I Disusun Oleh: Aminur Rohim Tarmidzi Moh. Kalim SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL URWATUL WUTSQO – JOMBANG PRODI S-1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2016/2017 Hubungan Iman, Islam Dan Muslim ( identitas mukmin terletak pada sikap dan perilaku yang baik dan kualitas keislaman terletak sejauh mana ia memperlakukan orang lain ) عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ . [رواه مسلم] Umar ketika kami tengah berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan tangannya diatas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata," Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam " Rasulullah menjawab,"Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Alloh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya." Orang itu berkata,"Engkau benar," kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya Orang itu berkata lagi," Beritahukan kepadaku tentang Iman" Rasulullah menjawab,"Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk" Orang tadi berkata," Engkau benar" Orang itu berkata lagi," Beritahukan kepadaku tentang Ihsan" Rasulullah menjawab,"Engkau beribadah kepada Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu." Orang itu berkata lagi,"Beritahukan kepadaku tentang kiamat" Rasulullah menjawab," Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang bertanya." selanjutnya orang itu berkata lagi,"beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya" Rasulullah menjawab," Jika hamba perempuan telah melahirkan tuan puterinya, jika engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, tidak berbaju, miskin dan penggembala kambing, berlomba-lomba mendirikan bangunan." Kemudian pergilah ia, aku tetap tinggal beberapa lama kemudian Rasulullah berkata kepadaku, "Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?" Saya menjawab," Alloh dan Rosul-Nya lebih mengetahui" Rasulullah berkata," Ia adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan kepadamu tentang agama kepadamu" ( HR. Imam Muslim )  Islam Dalam hadits tersebut, Islam dijelaskan dengan penjabaran 5 yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa & haji. Syahadat merupakan kesaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah & Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Shalat merupakan bentuk hubungan vertikal secara langsung antara hamba dengan Sang Khalik. Zakat adalah wujud kepedulian sosial terhaadap sesama manusia. Puasa merupakan ujian melawan hawa nafsu. Dan haji adalah ajang mempererat ukhuwah islamiyah dengan sesama saudara muslim dari seluruh dunia. Kelima rukun tersebut merupakan amal lahiriah sebagai perwujudan dari makna Islam itu sendiri, yaitu kepasrahan diri secara total kpada Allah. Artinya, kepasrahan sebagai makna Islam tidak hanya disimpan dalam hati, melainkan diwujudkan lewat perbuatan nyata yaitu kelima rukun Islam tersebut.  Iman Iman adalah keyakinan dalam hati yang diucapkan oleh lisan & diwujudkan dalam amal perbuatan. Keyakinan tersebut meliputi enam yaitu iman kpada Allah, malaikat, kitab, nabi & rasul, hari akhir, qadalaha & qadar. Keenam rukun iman tersebut adalah bentuk amal batiniah sebagai wujud pengakuan hati manusia terhadap kebesaran Allah, yang nantinya akan mempengaruhi segala aktifitas yang dilakukan. Manusia adalah makhluk dengan segala kelebihan & kekurangan yang ada. Keimanan akan membawa manusia ke titik penyadaran diri sebagai hamba Allah yang tunduk di bawah kekuasaan Allah. Ketika keyakinan terhadap keenam rukun tersebut sudah tertanam dalam hati, maka tentu kita akan berusaha utk menjalani kehidupan sesuai dengan koridor hukum Allah yang pada akhirnya akan membawa ke arah kehidupan yang berkualitas.  Ihsan Ihsan adalah cara bagaimana seharusnya kita beribadah kepada Allah. Rasulullah mengajarkan kita agar dilakukan dengan cara seolah kita berhadapan secara langsung dengan Allah. Cara ini akan membawa ibadah kita ke maqam (tingkat) yang lebih dekat kpada Allah dengan perasaan penuh harap, takut, khusyu’, ridlo & ikhlas kepada Allah. Perasaan tersebut menjadikan ibadah yang kita lakukan tidak hanya sekadar menjadi kewajiban, tetapi merupakan kebutuhan jiwa dalam penghambaan diri kpada Allah. Jika cara tersebut belum bisa kita lakukan, maka ibadah kita lakukan dengan keyakinkan bahwa Allah pasti melihat & mengetahui semua yang kita lakukan. Dengan demikian, tentu kita akan berusaha semaksimal mungkin dalam menjalankan perintah & meninggalkan larangan Allah.  Hubungan antara iman islam & ihsan Islam, Iman & Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah. Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama mengelompokkannya lewat 3 cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa praktek amal lahiriah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai perbuatan amal lahiriah manusia sebagai hamba Allah. Iman dipelajari melalui ilmu Tauhid (teologi) yang menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari ihsan sebagai tata cara beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.  Cirri-Orang Yang Mukmin Allah ta’ala berfirman , إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ “Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2) az-Zajaj mengatakan, “Maksudnya, apabila disebutkan tentang kebesaran dan kekuasaan-Nya dan ancaman hukuman yang akan ditimpakan kepada orang-orang yang durhaka kepada-Nya maka hati mereka pun merasa takut.” (lihat Zaadul Masir, hal. 540) ‘Umair bin Habib radhiyallahu’anhu berkata, “Iman mengalami penambahan dan pengurangan.” Ada yang bertanya, “Dengan apa penambahannya?” Beliau menjawab, “Apabila kita mengingat Allah ‘azza wa jalla dan memuji-Nya maka itulah penambahannya. Apabila kita lupa dan lalai maka itulah pengurangannya.” (lihat Tafsir al-Baghawi, hal. 511) Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Orang-orang munafik itu tidak pernah sedikit pun meresap dzikir kepada Allah ke dalam hatinya pada saat mereka melakukan amal-amal yang diwajibkan-Nya. Mereka sama sekali tidak mengimani ayat-ayat Allah. Mereka juga tidak bertawakal [kepada Allah]. Mereka tidak mengerjakan sholat apabila dalam keadaan tidak bersama orang. Mereka pun tidak menunaikan zakat dari harta-harta mereka. Oleh sebab itulah Allah mengabarkan bahwasanya mereka itu memang bukan termasuk golongan orang-orang yang beriman.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/11]) Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan maksud dari ungkapan ‘bergetarlah hati mereka’, kata beliau, “Yaitu mereka merasa takut kepada-Nya sehingga mereka pun melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/11]) Ketika menjelaskan makna dari ‘apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah imannya’ Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Di dalamnya terkandung dalil bahwasanya seringkali seorang lebih banyak mendapatkan faidah karena bacaan [al-Qur’an] oleh orang lain daripada bacaan oleh dirinya sendiri…” (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid [2/30]) Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menerangkan, bahwa dari ayat di atas bisa disimpulkan bahwa ciri-ciri orang beriman itu antara lain: 1. Merasa takut kepada-Nya ketika mengingat-Nya, yang dengan sebab itulah maka dia akan melakukan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya 2. Bertambahnya keimanan mereka tatkala mendengar dibacakannya al-Qur’an 3. Menyerahkan segala urusan dan bersandar kepada Allah semata (lihat al-Mulakhkhash fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 269) Ayat di atas juga menunjukkan bahwa salah satu ciri utama orang beriman adalah bertawakal kepada Allah saja. Hatinya tidak bergantung kepada selain-Nya. Karena hanya Allah saja yang menguasai segala manfaat dan madharat. Dan tawakal inilah yang menentukan kuat lemahnya iman seorang hamba. Semakin kuat tawakalnya, semakin kuat pula imannya (lihat al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 101)  Manifestasi Agama Islam Akhlak yang mulia merupakan manifestasi (perwujudan) Islam secara utuh. Ini kita sandarkan kepada hadits berikut: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الدِّيْنُ قَالَ حُسْنُ الْخُلُقِ فَأَتَاهُ مِنْ قِبَلِ يَمِيْنِهِ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الدِّيْنُ قَالَ حُسْنُ الْخُلُقِ ثُمَّ أَتَاهُ مِنْ قِبَلِ شِمَالِهِ فَقَالَ مَا الدِّيْنُ فَقَالَ حُسْنُ الْخُلُقِ Seseorang datang kepada Rasulullah dari arah depan. Lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apa agama itu?”. Rasulullah menjawab, “Agama itu adalah akhlak yang baik”. Lalu ia mendatangi Rasul dari arah kanannya dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apa agama itu?”. Rasulullah menjawab, “Agama itu adalah akhlak yang baik”. Kemudian ia mendatangi Rasulullah arah kirinya dan bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apa agama itu?”. Rasulullah menjawab, “Agama itu adalah akhlak yang baik”. (H.R. Muslim).  Kesempurnaan Islam Selain sebagai manifestasi Islam seutuhnya, akhlak yang baik merupakan wujud sempurnanya iman seseorang. Artinya, ketika ada seorang muslim berakhlak dengan akhlak yang baik, maka ia diindikasikan sempurna imannya. Berdasarkan hadits yang diterima dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda: أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan, yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya”. (H.R. Tirmidzi).  Akhlak Buruk Merusak Amal Akhlak buruk ternyata akan menghapus amal yang telah dikerjakan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sebagai berikut: وَقِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الشُّؤْمُ قَالَ سُوْءُ الْخُلُقِ سُوْءُ الْخُلُقِ يُفْسِدُ الْعَمَلَ كَمَا يُفْسِدُ الْخَلُّ الْعَسَلَ Ditanyakan kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah kecelakaaan itu?”. Rasulullah menjawab, “Buruk akhlak itu akan merusak amal sebagaimana cuka merusak madu”. عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ... (رواه الشيخان) Dari Abdillah bin Amr R.A dari Nabi SAW bersabda : “Sebaik-baik (kualitas) keislaman kaum mukminin adalah orang yang kaum muslimin merasa aman dari (kejahatan gangguan) lisan dan tangannya…” (HR. Bukhari Muslim)

Rabu, 16 Maret 2016

proposal skripsi implikasi kegiatan pesantren sabtu ahad ( psa ) dalam pembentukan karakter peserta didik di smp muhammadiyah 1 jombang

IMPLIKASI KEGIATAN PESANTREN SABTU AHAD ( PSA ) DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP MUHAMMADIYAH 1 JOMBANG PROPOSAL SKRIPSI Di Ajuakan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Ujian Proposal Skripsi Program Studi S-1 Pendidikan Agama Islam Oleh : AMINUR ROHIM NIMKO. 2012.4.112.0001.01991 SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL URWWATUL WUTSQO – JOMBANG 2015 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…. HALAMAN PERSETUJUAN……… A. KONTEKS PENELITIAN B. FOKUS PENELITIAN C. TUJUAN PENELITIAN D. MANFAAT PENELITIAN 1. Secara Teoritis 2. Secara Praktis E. PENEGASAN JUDUL F. LANDASAN TEORI G. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU H. METODE PENELITIAN 1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian 2. Kehadiran Peneliti 3. Sumber Data a. Data Primer b. Data Sekunder 4. Langkah – Langkah Penelitian 5. Teknik Pengumpulan Data 6. Teknik Analisa Data 7. Teknik Pengujian Keabsahan Data I. SISTEMATIKA PENULISAN DAFTAR PUSTAKA HALAMAN PERSETUJUAN Proposal Skripsi Atas Nama Aminur Rohim Ini Telah Di Revisi Dan Disetujui Oleh Dosen Pembimbing Jombang,……,………………. 2016 Dosen Pembimbing Drs. H. Misbah Halimi, M.P.d. IMPLIKASI KEGIATAN PESANTREN SABTU AHAD ( PSA ) DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP MUHAMMADIYAH 1 JOMBANG A. Konteks Penelitian Tujuan pendidikan nasional merupakan konsep yang dilandasi oleh suatu kesadaran bahwa membangun Indonesia sebagai suatu bangsa tidak cukup hanya dilakukan oleh suatu generasi dan zaman saja.Tujuan pembangunan tersebut merupakan amanat dan tanggung jawab manusia secara universal dan bangsa khususnya.Oleh karena itu diperlukan manusia-manusia dalam berbagai zaman dan generasi yang memiliki daya kemampuan membangun diri dan masyarakatnya. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak karena ini menyangkut kepentingan bersama, dan sebagai seorang guru di harapkan dapat menjadi seorang yang berada pada garda terdepan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.Karena gurulah yang dijadikan orang tua murid selama berada di sekolah.Maka tidak heran bila guru memiliki peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.Namun tidak bisa dipungkiri bahwa peran dari semua kalangan sangat diharapkan adanya sinergi, baik orang tua, lingkungan, pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang berkontribusi dalam upaya peningkatan dan perbaikan pendidikan di Indonesia. Ketika bangsa Indonesia bersepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan 1945, para bapak pendiri bangsa ( the founding fathers ) menyadari bahwa paling tidak ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama, adalah mendirikan Negara yang bersatu dan berdaulat, kedua, adalah membangun bangsa, dan ketiga, adalah membangun karakter. Ketiga hal tersebut secara jelas tampak dalam konsep Negara bangsa ( natioan-state ) dan pembangunan karakter bangsa ( nation and character building ). Pada implementasinya kemudian upaya mendirikan negara relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan upaya untuk membangun bangsa dan membangun karakter.Kedua hal terakhir itu terbukti harus diupayakan terus-menerus, tidak boleh putus di sepanjang sejarah kehidupan kebangsaan Indonesia. Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, seperti yang di kutip oleh Muchlas Samanimenegaskan : “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter ( character building ) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli. Di Indonesia pelaksanaan pendidikan karakter saat ini memang diasakan mendesak. Gambaran situasi masyarakat bahkan situasi dunia pendidikan di Indonesia menjadi motivasi pokok pengaruh utama (mainstreaming) implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Pendidikan karakter di Indonesia dirasakan amat perlu pengembangannya bila mengingat makin meningkatnya tawuran antar pelajar, serta bentuk-bentuk kenakalan remaja lainnya. Terutama di kota-kota besar, pemerasan/kekerasan ( bullying), kecenderungan dominasi senior terhadap yunior, fenomena supporter bonex, penggunaan naroba, dan lain-lain. Bahkan yang paling memperhatinkan lagi, keinginan membangun sifat jujur pada anak-anak melalui Kantin Kejujuran di sejumlah sekolah, banyak yang gagal, banyak usaha Kantin Kejujuran yang bangkrut karena belum bangkitnyasikap jujur pada anak-anak. Di siplin dan tertib lalu lintas, budaya antri, budaya baca, sampai budaya hidup bersih dan sehat, keinginan menghargai lingkungan masih jauh di bawah standart.Di kota-kota besar lampu merah seolah-olah tidak lagi berfungsi.Jika tidak ada petugas menyerobot lampu merah adalah kejadian sehari-hari.Kebanggaan kita terhadap jati diri dan kekayaan budaya sendiri juga masih rendah. Sebagai bangsa, kita masih saja mingidap inferiority complex nasional, terbukti masih suka dan melahap tanpa seleksi segala produk dan budaya asing. Parahnya, media masa juga lupa akan kewajiban untuk ikut mencerdaskan bangsa dan memotivasi cinta kepada budaya bangsa. Amat langka koran nasional yang mau mempublikasikan event budaya. Satu-satunya TV swasta nasional yang dulu setia menggelar tontonan wayang kulit pada akhir pekan, sekarang pun sudah tidak ada lagi. Tontonan budaya saat ini hanya dapat dilihat di TVRI dan pada segelintir TV regional yang sepi peminat. Kondisi bangsa seperti itu, yang mengabaikan pentingnya pendidikan karakter sehingga berdampak multi dimensi digambarkan oleh Soedarsono (2009) dalam Tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1 Potret Membangun Karakter yang Terabaikan RUMAH SEKOLAH MASYARAKAT Pembijaksanaan Usia Tua Meningkatnya pendekatan spiritual ? Banyak yang apatis Pemantapan Usia Dewasa ? ! Low trust society tidak saling menghargai, langkanya teladan. Pengembangan Usia Reamaja ? ! Tidak kondusif, orientasi pada uang, materi dan dunia Pembentukan Usia Dini Banyak diserahkan pada pembantu ! Tidak kondusif Sumber : soedarsono (2009) Mengapa pendidikan belum mampu mengubah perilaku warga bangsa menjadi lebih baik?mengapa kejujuran, komitmen, keuletan, kerja keras, hingga kesalehan ( kesalehan pribaadi dan kesalehan sosial ) seolah lepas dari persoalan pendidikan? kini kita semua bertanya ulang: bagaiman karakter bangsa ini? bagaimana masa depan Indonesia jika generasi penerusnya tidak memilliki karakter yang kuat dan jati diri? seakan-akan dalam dunia pendidikan, kejujuran telah menjadi barang yang langka. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan, dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasar Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikir baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multi kultural; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.Dalam kaitan itu telah diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk karakter yang merupakan hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional tersebut adalah: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab. Selanjutnya dalam implementasinya di satuan pendidikan Pusat Kurikulum menyarankan agar dimulai dari nilai esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai kondisi masing-masing sekolah, misalnya bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan, dan santun. Dalam konteks universal pendidikan karakter muncul dan berkembang awalnya dilandasi oleh pemikiran bahwa sekolah tidak hanya bertanggung jawab untuk memberdayakan dirinya agar memiliki nilai-nilai moral yang memandunya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada; 1. Pendidikan formal Pendidikan karakter pada penddidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMA/MAK dan perguruan tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan. 2. Pendidikan nonformal Dalam pendidikan non formal penddikan karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya lembaga, dan pembiaasaan. 3. Pendidikan informal Dalam pendidikan informal pendidikan karakter berlangsung dalam keluarga yang di lakukan oleh orangtua dan orang dewasa di dalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya. Maka betapa urgensinya karakter yang baik bagi seseorang maka diperlukan upaya-upaya untuk mewujudkan generasi bangsa ini agar memiliki karakter yang baik.Di SMP Muhammadiyah 1 Jombang terdapat kegiatan setiap pekan yang bernama “Pesantren Sabtu Ahad (PSA)” Kegiatan tersebut sangat efektifdalam upaya pembentukan karakter peserta didik. Berdasarkan uraian dan observasi penulis di atas, serta mengingat betapa pentingnya mewujudkan generasi bangsa ini yang berbudi pekerti mulia serta berkarakter baik.maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di SMP Muhammadiyah 1 Jombang tentang: “Implikasi kegiatan pesantren sabtu ahad (PSA) dalam pembentukan karakter peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Jombang”. B. Fokus Penelitian Berdasarkan konteks peneitian masalah di atas, maka diperlukan adanya fokus penelitian, agar lebih jelas apa yang hendak dibahas oleh peneliti dan agar tidak terjadi pembiasan dalam penelitian, oleh sebab itu peneliti membuat tiga fokus penelitian yaitu sebagaimana berikut; 1. Bagaimana implementasi kegiatan Pesantren Sabtu Ahad (PSA) di SMP Muhammadiyah 1 Jombang ? 2. Bagaimana implikasi kegiatan Pesantren Sabtu Ahad (PSA) dalam pembentukan karakter peserta didik di smp muhammadiyah 1 Jombang ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan Implementasi kegiatan Pesantren Sabtu Ahad (PSA) di SMP Muhammadiyah 1 Jombang. 2. Untuk mendeskripsikan Implikasi kegiatan Pesantren Sabtu Ahad (PSA) dalam pembentukan karakter peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Jombang. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah hasil dari kegiatan penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak.Manfaat dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu; manafat secara teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoritis a. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan bidang pendidikan serta bidang pembelajaran pendidikan tentang karakter. b. Memberi wawasan kepada pembaca mengenai implementasi kegiatan Pesantren Sabtu Ahad (PSA) . 2. Manfaat praktis a. Sebagai masukan bagi pihak sekolah mengenai pentingnya membentuk peserta didik dengan karakter yang baik.Karena mereka merupakan generasi penerus bangsa ini. Dengan penelitian ini diharapkan sekolah bisa mengambil manfaat dari hasil penelitian tersebut, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan karakter peserta didik. b. Memberi masukan kepada guru untuk menekankan pendidikan karakter pada peserta didik, dan juga mampu memberi sumbangan pengetahuan mengenai arti penting karakter yang baik, demi melahirkan generasi bangsa ini yang berakhlak mulia dan bermartabat. E. Penegasan Judul Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka diperlukan adanya penjelasan istilah-istilah yang di gunakan agar terdapat persamaan penafsiran dan tidak terjadi kesalahan persepsi, adapun istilah-istilah yang digunakan adalah sebagai berikut :  Implikasi ialah kesimpulan; keterlibatan atau keadaan terlibat; pelibat; penyelipan masalah.  PSA adalah kepanjangan dari pesantren sabtu ahad yaitu suatu kegiatan kokurikuler yang ada di SMP Muhammadiyah 1 Jombang.  Impilkasi kegiatan pesantren sabtu ahad maksudnya adalah keterlibatan kegiatan pesantren sabtu ahad dalam upaya meningkatkan karakter peserta didik  Karakter yang di maksud adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseoang dengan yang lain. Serta sebagai suatu kombinasi kualitas atau ciri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau suatu benda yang lain.  Karakter peserta didik maksudnya adalah akhlak atau budi pekerti yang di miliki oleh peserta didik. F. Landasan Teori 1. Terminologi Pesantren Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa di sebut dengan pondok saja atau kata kedua ini di gabung menjadi pondok pesantren. Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Pemakaian istilah pesantren juga menjadi kecendrungan para penulis dan peneliti tentang kepesantrenan belakangan ini baik yang berasal dari Indonesia maupun orang-orang mancanegara,baik yang berbasis pendidikan pesantren maupun mereka yang baru mengenal secara lebih dekat. Pondok pesantren menurut M. Arifin berarti : suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta di akui masyarakat sekitar, dengan simtem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidika agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan leadership seseoran atau beberapa orang kii dengan cirri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal. 2. Tujuan Pesantren tujuan umum pesanren adalah membina warga Negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupanya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan Negara. Adapun tujuan khusus pesantren adalah sebagai berikut : 1. Mendidik siswa atau santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, ketrampilan dan sehat lahir batin sebagai warga Negara yang berpancasila; 2. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama’ dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah secara utuh dan dinamis; 3. Mendidik siswa atau santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan Negara; 4. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro ( keluarga ) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya); 5. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual; 6. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat bangsa. 3. Sejarah Pesantren Pada awal rintisannya, pesantren bukan hanya menekankan misi pendidikan, melainkan juga dakwah, justru misi yang kedua ini lebih menonjol. Lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia ini selalu mencari lokasi yang sekiranya dapat menyalurkan dakwah tersebut tepat sasaran sehingga terjadi benturan antara nilai-nilai yang dibawanya dengan nilai-nilai yang telah mengakar di masyarakat setempat. Lazimnya, baik pesantren yang berdiri pada awal pertumuhannya maupun pada abad ke-19 dan ke-20 masih jua menghadapi kerawanan-kerawanan sosial dan keagamaan pada awal perjuangannya.Mastuhu melaporkan bahwa pada periode awalnya pesantren berjuang melawan agama dan kepercayaan serba Tuhan dan takhayyul,pesantren tampil mebawakan misi agama tauhid.Pesantren berjuang melawan perbuatan maksiat seperti perkelahian, perampokan, pelacuran, perjudian dan sebagainya.Akhirnya pesantren berhasil membasmi maksiat itu, kemudian mengubahnya menjadi masyarakat yang aman, tentram dan rajin beribadah. Pesantren berkembang terus sambil menghadapi rintangan demi rintangan.Sikap ini bukan ofensif, melainkan tidak lebih dari defensif, hanya untuk menyelamatkan kehidupannya dan kelangsungan dakwah islamiyah.Pesantren tidak pernah memulai dengan konfrontatif sebab orientasi utamanya adalah melancarkan dakwah dan menanamkan pendidikan.Pada tahap berikutnya pesantren diterima masyarakat sebagai uapaya mencerdaskan, meningkatkan kedamaian dan membantu sosio-psikis bagi mereka. Tidak mengherankan jika pesantren kemudian menjadi kebanggaan masyarakat sekitaarnya terutama yang telah menjadi muslim. 4. Fungsi Dan Peranan Pesantren Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya islam hingga sekarang, pesantren telah bergumul dengan masyarakat luas. Pesantren telah berpengalaman menghadapi berbagai corak masyarakat dalam rentang waktu itu.Pesantren tumbuh atas dukungan mereka, bahkan menurut husni rahim, pesantren berdiri di dorong permintaan dan kebutuhan masyarakat sehingga pesantren memiliki fungsi yang jelas. Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai dengan kurun sekarang telah mengalami perkembangan. Visi, posisi, dan persepsinya terhadap dunia luar yang telah berubah.pesantren pada masa paling awal berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama islam. Kedua fungsi ini bergerak saling mennujang. 5. Karakter Pesantren Pondok pesantren disebut sebagai lembaga pendidikan islam karena merupakan lembaga yang berupaya menanamkan nilai-nilai Islam di dalam diri santri. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain, yakni jika ditinjau dari sejarah pertumbuhannya, komponen-komponen yang terdapat di dalamnya, pola kehidupan warganya, serta pola adopsi terhadap berbagai macam inovasi yang dilakukannya dalam rangka mengembangkan sistem pendidikan baik pada ranah konsep maupun praktek. 6. Sistem pendidikan pesantren dalam proses transformasi Seluruh pengasuh pesantren memiliki pandangan yang sama mengenai perlunya dilakukan inovasi sistem pendidikan pesantren. Pasalnya, kiai-kiai itu berpegang pada satu prinsip yang sama, yaitu al-muhafadhah ala al-qadim as-salih wal akhdzu bil jadid al-aslah, yang berarti memelihara tradisi lama yang masih releven dan melakukan inovasi yang lebih konstruktif. Setiap inovasi yang diadopsi oleh pengasuh, tidak lain adalah inovasi yang berorientasi pada ketundukan perintah-perintah peribadatan, penegakan kebenaran, dan penempatan pesantren pada posisinya yang sejati, yakni sebagai sebuah lembaga keagamaan yang secara terus menerus dapat ”mengoreksi” seluk beluk kehidupan masyarakatnya. 7. Pengertian Karakter Karakter di maknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan setiap akibat dari keputusannya.Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, adat istiadat, dan estetika. Saat ini karakter dan pendidikan yang berbasis karakter mulai banyak di perhatikan oleh banyak kalangan terutama dalam dunia pendidikan, karena melihat realita generasi penerus bangsa ini mengalami penurunan dalam segi adap, sopan santun, etika, dan lain sebagainya, tidak heran jika konsep pendidikankarakter menjadi angin segar untuk menjawab persoalan bangsa ini. Dalam kamus bahasa Indonesia karakter adalah watak; tabiat; pembawaan; kebiasaan . Sedangkan banyak sekali pendapat yang mendefinisikan makna dari karakter, adapun karakter menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut : a. Menurut Warsono dkk, karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak.” b. Menurut Jack Corley dan Thomas Philip karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral.” c. Menurut scerenko mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa. d. Menurut robert marine karakter adalah gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan, yang membangun pribadi seseorang. Mengacu pada berbagai pengertian dan definisi karakter tersebut di atas, serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakter, maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. 8. Nilai-Nilai Karakter Budi pekerti dapat di katakan identik dengan morality ( moralitas ), namun juga ditegaskan bahwa sesungguhnya pengertian budi pekerti yang paling hakiki adalah perilaku. Sebagai perilaku, budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh perilaku. Dalam kaitan ini sikap dan perilaku budi pekerti mengandung lima jangkauan sebagai berikut: a. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan. b. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri. c. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga. d. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa. e. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar. Secara ringkas butir-butir nilai budi pekerti dan kaitannya dengan lima jangkauan tersebut digambarkan dalam tabel berkut: Tabel Jangkauan Sikap Dan Perilaku Dan Butir-Butir Nilai Budi Pekerti Jangkauan Sikap Dan Perilaku Butir-Butir Nilai Budi Pekerti Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan. Berdisiplin, beriman, bertakwa, berpikir jauh kedepan, bersyukur, jujur, mawas diri, pemaaf, pemurah, pengabdian. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri. Bekerja keras, berani memikul risiko ( the risk taker ), berdisiplin, berhati lembut/berempati, berpikir matang, berpikir jauh ke depan ( future oriented, visioner ), bersahaja, bersemanagat, bersikap konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, cerdik, cermat, dinamais, efisiens, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif,kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, sabar setia, adil, hormat, tertib, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tepat janji/amanah, terbuka, ulet. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga. Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, bijaksana, cerdik, cermat, jujur, berkemauan keras, lugas, menghargai waktu, tertib, pemaaf, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, sabar, setia, adil, hormat, sportif, susila, tegas, tepat, janji/amanah, terbuka. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa. Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, bertenggang rasa/toleran, bijaksana, cerdik, cermat, jujur, berkemauan keras, lugas, setia, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, adil, hormat, tertib, sportif, susila, tegas, tepat janji/amanah, terbuka. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar. Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, menghargai kesehatan, pengabdian. 9. Konsep Pendidikan Karakter Sebelum membahas tentang konsep pendidikan karakter secara universal perlu dipahami bahwa sebenarnya telah ada konsep pendidikan karakter yang asli ( genuine) Indonesia. Konsep pendidikan karakter yang asli Indonesia itu dapat digali dari berbagai adat-istiadat dan budaya di Indonesia, ajaran berbagai agama yang ada di Indonesia, ajaran berbagai agama yang telah lama diterapkan di Indonesia. G. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU “Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel Burlian karya Tere-liye dan relevansinya dengan pendidikan karakter” oleh : Ihsan Mz, S.Pd.I. Dalam penelitian tersebut peneliti menitik beratkan pada bagaimana nilai-nilai yang terdapat pada novel dikaitkan kepada pendidikan karakter. Sedangkan dalam penelitian yang ini “Implikasi Kegiatan Pesantren Sabtu Ahad ( PSA ) Karakter Peserta Didik Di SMP Muhammadiyah 1 Jombang.Terdapat perbedaan yang sangat tampak yaitu pada obyek yang diteliti serta deskripsi yang diteliti. “Penanaman nilai karakter pada siswa di MAN Wonokromo Bantul Jogja” oleh Marliya solihah. Dalam penelitian tersebut peneliti memfofkuskan pada bagaimana proses dari pelaksanaan penanaman karakter pada siswa MAN Wonokromo Bantul Jogja. Sedangkan dalam peneltian saya ingin meneliti keterkaitan antara kegiatan pondok pesantren sabtu ahad dalam upaya pembentukan karakter peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Jombnag. H. METODE PENELITIAN 1. Jenis DanPendekatan Penelitian Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif, karena penelitian di lakukan pada obyek yang alamiah.Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri.Untuk dapat menjadi intrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret dan mengkontruksikan situasi sosial pendidikan yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. 2. Kehadiran Peneliti Kehadiran peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data, oleh karena itu kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitian kualitatif mutlak diperlukan.Adapun peran peneliti dalam penelitian ini adalah pengamat penuh.Di sini peneliti berperan aktif secara langsung mengamati, mewancarai, menganalisis dan mendata obyek penelitian. 3. Sumber Data Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dilakukan pada setting alamiah ( natural setting ). Bila dilihat pada sumber datanya, maka sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. 4. Langkah-Langkah Penelitian Tahap-tahap penelitian ini terdiri dari ; tahap pralapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap pelaporan hasil penelitian. Dalam tahap pralapangan peneliti melakukan persiapan yang terkait dengan kegiatan penelitian, misalnya mengirim surat izin ketempat penelitian. Apabila tahap pralapangan sudah berhasil dilaksanakan peneliti melanjutkan tahap berikutnya sampai pada tahap pelaporan penelitian. 5. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.Perlu dijelaskan bahwa pengumpulan data dapat dikerjakan berdasarkan pengalaman.Memang dapat dipelajari metode-metode pengumpulan data yang lazim digunakan, tetapi bagaimana mengumpulkan data di lapangan, dan bagaimana menggunakan teknik tersebut dilapangan atau di laboratorium.(Nazir, 1998:211). Terdapat dua hal utama yang mempengarui kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumulan data.Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan rehabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview ( wawancara ), kuesioner ( angket ), observasi ( pengamatan ), dan gabungan ketiganya. 6. Teknik Analisis Data. Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar (pattaon, 1980:268). Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akdemis dan ilmiah (Suprayogo, 2003: 191). Analisis data dilakukan setelah data yang diperoleh dari sampel melalui instrumen yang dipilih dan akan digunakan untuk menjawab masalah daam penelitian atau untuk menguji hipotesa yang diajukan melalui penyajian data. Analisis non statistik berarti analisa kualitatif yang biasanya berupa studi literer dan atau studi empiris yaitu penelitian kualitatif (Riyanto, 2001: 104). Data kualitatif bisa disusun dan langsung ditafsirkan untuk menyusun kesimpulan penelitian yang dilakukan dengan katagorisasi data kualitatif berdasarkan masalah dan tujuan (Sudjana, 1989: 126). Dalam hal ini peneliti tidak perlu melakukan pengolahan melalui perhitungan matematis sebab datanya sudah memiliki makna apa adanya. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis.Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdaasarkan data yang terkumpul.Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang–ulang dengan teknik trianggulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori. 7. Teknik Pengujian Keabsahan Data Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam penelitian, diusahakan kemantapan dan kebenarannya.Untuk pengecekan atau pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini meliputi empat hal yaitu; kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas. Kredibilitas pada dasarnya menggantikan konsep validitaas internal dari penelitian nonkualitatif, agar penelitian memiliki kredibilitas yang tinggi sesuai dengan fakta di lapangan yaitu: 1. Memperpanjang keterlibatan peneliti di lapanga, 2. Melakukan observasi terus menerus sehingga dapat memahami fenomena yang ada 3. Melakukan trianggulasi 4.Diskusi dengan teman sejawat 5.Melakukan kajian 6.Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasisl analisis. Keteralihan atau transferabilitas sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaa antara konteks pengiri dan penerima. Suatu hasil penelitian dianggap memiliki transferabilitas tinggi apabila pembaca laporan memiliki pemahaman yang jelas tentang focus dan isi penelitian. Depandibilitas merupakan subtitusi istilah realibilitas dalam penelitian nonkualitatif.Jika suatu kondisi dilakukan pengujian dengan beberapa kali pengulangan dan hasilnya secara esensialsama, maka dikatakan reliabilitasnya tercapai. Kreteria inii berasal dari konsep “obyektifitas” menurut nonkualitatif yang ,enekankan pada “orang” yakni jika suatu obyektif, berarti dapat dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan. Terkait dengan hal ini subyektif berarti tidak dapat dipercaya. Pengertian inilah yang dijadikan tumpuan pengalihan pengertian obyektifitas-subyektifitas menjadi kepastian ( confirmability). I. Sistematika Penulisan agar pembahasan sekripsi nanti lebih terarah dan sistematis serta berkaitan antara pembahasan masing-masing bab, maka perlu dibuat sitematika penulisan, yaitu sebagaimana berikut : Bab I : merupakan bab pendahuluan yang terdiri atas konteks penelitian, fokus penelitian, dimana peneliti bermaksud menjabarkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pembahasan dan yang menjadikan peniliti tertarik untuk meneliti hal tersebut. Tujuan penelitian, manfaat penelitian, manfaat penelitian, penegasan judul. Bab II : Landasan teori memuat tentang terminologi pesantren, tujuan pesantren, sejarah pesantren, fungsi dan peranan pesantren, karakter pesantren, sistem pendidikan pesantren dalam transformasi, kemudian dilanjutkan dengan pengertian karakter, nilai-nilai karakter, konsep pendidikan karakter. Bab III : Merupakan metode penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, sumber data, langkah-langkah penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, teknik pengujian keabsahan data. Bab IV : Merupakan paparan serta temuan yang berisi uraian mengenai diskripsi data dan analisis hasil penelitian. Bab V : Kesimpulan dari hasil penelitian sebagai suatu jawaban atas sebuah permasalahan dan kemudian saran-saran. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: PT. Rineka Cipta 2013. Halim,Abd Soebahar Modernisasi Pesantren Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai Dan Sistem Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: PT.LKiS Printing Cemerlang, 2003. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini Jakarta: Rajawali, 1987 Munir, Abdul Mulkhan.Paradigm IntelektualMuslim :Pengantar Filsafat Pendidikan Islam Dan Dakwah. Yogyakarta: SIPRES, 1993. Qomar mujamil, “Pesantren Dari Transformasi Metodologinmenuju Demokratisasi Institusi” Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama Samani, Muchlas, Harianto, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2014. Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2015 Tanzeh, Ahmad, metodologi penelitian praktis cet ke 1 Yogyakarta: penerbit teras 2011. Tim Pustaka Agung, Kamus Ilmiah Popular Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan.

Selasa, 01 Maret 2016

POLITIK DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ERA REFORMASI



POLITIK DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ERA REFORMASI
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintahan Orde Baru yang dilakukan secara menyeluruh yang meliputi bidang pendidikan, pertahanan, keamanan, agama, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Berbagai kebijakan tersebut diarahkan pada sifatnya yang lebih demokratis, adil, transparan, akuntabel, kredibel, dan bertanggung jawab dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, tertib, aman dan sejahtera.
Pendidikan era reformasi telah melahirkan sejumlah kebijakan strategis dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya langsung dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas dan menyeluruh, bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung dibawah Kementerian Pendidikan Nasional saja, melainkan juga berlaku bagi madrasah dan Perguruan Tinggi yang bernaung di bawah Kementerian Agama.

B.     Rumusan Masalah :
1.      Bagaimana pergeseran pendidikan nasional dari masa pembangunan hingga masa reformasi?
2.      Bagaimana perkembangan pendidikan masa reformasi?

C.    Tujuan :
1.      Untuk mengetahui pergeseran pendidikan nasional dari masa pembangunan hingga reformasi.
2.      Untuk mengetahui perkembangan pendidikan masa reformasi.
  
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Masa Pembangunan Hingga Reformasi
Sejak 1966 Indonesia diperintah oleh Orde Baru. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu koreksi total terhadap Orde sebelumnya yang didominasi oleh PKI dan dianggap menyelewengkan Pancasila. Demikian pula munculnya era Reformasi sejak 1998 ditandai dengan berbagai upaya pembaharuan sistem politik, ekonomi, hukum, dan pendidikan nasional.
Fokus perhatian Orde Baru ditujukan pada empat tahap strategi politik. Semuanya berpengaruh langsung bagi kebijakan pendidikan nasional, yaitu: tahap pertama, penghancuran PKI beserta ideologi Marxisme dari kehidupan politik bangsa, serta membersihkan semua lembaga dan kekuatan sosial politik dari kader-kader PKI dan proses de-Nasakomisasi seluruh aspek kehidupan bangsa. Tahap kedua, konsolidasi Pemerintah dan pemurnian Pancasila dan UUD 1945; tahap ketiga, menghapuskan dualisme dalam kepemimpinan nasional; dan tahap keempat mengembalikan kestabilan politik dan merencanakan pembangunan. Itu sebabnya Orde Baru diidentikkan dengan masa pembangunan.
Apa implikasi keempat tahap strategi politik yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru tersebut bagi kebijakan pendidikan nasional?
Implikasinya, pada tahap pertama, pembubaran PKI, menimbulkan perubahan sekolah-sekolah yang bernaung di bawah PKI dan organisasi yang ada di bawahnya. Karenanya, pada tahun 1966 sampai 1971 terdapat gejala penurunan sekolah. Setelah resmi dibubarkan, PKI praktis tidak terlibat dalam birokrasi pemerintah maupun parpol lagi. Kondisi ini menguatkan posisi kelompok nasionalis dengan aksi pemurnian Pancasilanya melalui Orde Baru, dan kelompok Muslim yang smeula tersingkir dari keterlibatannya di arena politik. Tidak seperti Orde Lama, Kebijakan pendidikan agama kini wajib diberikan mulai TK sampai Universitas. Status madrasah disejajarkan dengan sekolah umum. Kurikulum yang semula terurai dalam Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana, yang berkarakter kini tersebut, diganti dengan kurikulum bermuatan pembinaan Pancasila. Prestasi penting lainnya adalah diberlakukannya UUSPN No.2 Tahun 1989. Kurikulum 1994, manutup produk kebijakan pendidikan masa Orde Baru.
Tahap kedua, mengadakan konsolidasi pemerintah dan pemurnian pancasila, hal ini berpengaruh besar bagi perubahan redaksi tujuan pendidikan nasional. Konsolidasi pemerintah dilakukan dengan pembentukan kabinet baru dan menyusunan program pembangunan. Adapun upaya pemurnian Pancasila menjadi prioritas. Sebagaimana telah disebut pada bagian sebelumnya, ketika pengaruh ide Manipol masih kuat, maka tujuan pendidikannya diarahkan supaya melahirkan warga negara sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggungjawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, dan seterusnya, maka ketika PKI dibubarkan, kembali pada UUD 1945 dan pemurnian Pancasila, tujuan pendidikannya pun menjadi membentuk manusia berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945. Perubahan mendasar di atas menunjukkan bahwa ide manipol USDEK telah diganti secara tegas menjadi falsafah Pancasila. Lantas, upaya pemurnian Pancasila.
Orde Baru diwarnai dengan semangat serba Pancasila. Semangat ini selalu ditekankan, baik dalm bidang politik maupun pendidikan. Penataran P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengenalan Pancasila) harus diberikan kepada siswa/peserta didik yang diterima di sekolah atau PT, disamping masih adanya mata pelajaran Pancasila. Mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) termasuk yang mempengaruhi kenaikan kelas atau kelulusan sekolah. Setelah EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) diberlakukan, PMP menjadi komponen bidang studi yang mempengaruhi nilai komulatif DANEM (Daftar Nilai EBTANAS Murni), padahal DANEM berfungsi sebagai standar memasuki jenjang pendidikan di atasnya. Penataran P-4 juga berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di tingkat desa pun, penduduk didata untuk memperoleh pembinaan P-4. Sejak 1984, semua parpol dan ormas diharuskan menganut partai tunggal, Pancasila. Orde Baru diwarnai dengan semangat serba Pancasila.
Pada tahap ketiga, menghapuskan dualisme dalam kepemimpinan nasional. Untuk itu diadakan sidang istimewa MPRS tahun1967 dengan hasil diangkatnya Soeharto sebagai Presiden, juga menghapuskan dualisme penafsiran tentang Pancasila dan UUD 1945.
Implikasi tahap keempat, mengembalikan kestabilan politik dan merencanakan pembangunan. Strategi ini dilakukan dengan jalan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan ekonomi serta mengembalikan wibawa pemerintah dari pusat sampai desa. Pembangunan dilaksanakan pada semua bidang, utamanya ekonomi dan pendidikan.
Konsentrasi pembangunan ekonomi menunjukkan record yang membanggakan. Pertumbuhan ekonomi selama Orde Baru meningkat secara rata-rata sebesar 6,8% per tahun. Laju pertumbuhan ini adalah lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan ekonomi rata-rata yang ditetepkan di setiap Pelita, yaitu sebesar 5%. Pendapatan perkapita naik secara mencolok, dari Rp. 20.000,00 pertahun pada tahun 1969 menjadi Rp. 1.038.000,00 pertahun pada 1991, yang berarti meningkat lebih dari 51 kali lipat. Penduduk miskin telah berkurang secara drastis dari sebanyak 54,2 juta orang atau 40,1% dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun1976 menjadi tinggal sebanyak 27,2 juta orang atau 15,1% dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1990. Belanja pembangunan selama Repelita I meningkat dai 1,3 trilyun rupiah menjadi hampir 78 trilyun rupiah pada Repelita V, atau meningkat 61 kali lipat. Peranan tabungan juga meningkat dari 44,5% dalam Pelita I menjadi 49,5% dalam Repelita V. di lain pihak peranan bantuan luar negeri semakin menurun dalam periode yang sama, yaitu dari 55,5% menjadi 50,5%. Sampai pada 1996, pertumbuhan ekonomi berkisar 7,5%, atau lebih dari 1995 yang mencapai 8,07% pertahun, namun perolehan ini masih dipuji bahkan menurut East Asian Standard, walaupun di saat yang sama, sebagai isyarat mulai turunnya pertumbuhan ekonomi nasional. Ini menandakan bahwa kemampuan dalam negeri makin meningkat dan ketergantungan pada bantuan luar negeri makin berkurang. Secara makro, dinamika pembangunan nasional menunjukkan kemajuan yang mengesankan, terutama kehadiran pertumbuhan ekomoni.
Kemajuan sektor pendidikan juga tampil denga record positif. Selama PJP I (1969-1991), sekolah, guru dan murid SD meningkat secara mencolok, lebih dari 3,5 kali lipat. Kelembagaan SLTP juga mengalami peningkatan lebih dari 4 kali lipat, dan kelembagaan SLTA meningkat lebih dari 5,5 kali lipat. Terlebih jumlah guru dan murid SLTA, keduanya meningkat lebih dari 8 kali lipat. Di lingkugna PT, jumlah kelembagaannya meningkat lebih dari 3,5 kali lipat. Jumlah dosen meningkat lebih dari 9 kali lipat, sementara jumlah peserta didik juga meningkat hampir 9 kali lipat.  Semua peningkatan tersebut dicapai pada tahun 1991, bila dibandingkan dengan awal Repelita I, 1969. Bias jadi perkembangan kuantitatif kelembagaan pendidikan ini berarti peningkatan partisipasi dan kesadaran masyarakat atas pendidikan, tapi, di balik itu, bukankah jumlah penduduk secara nasional juga meningkat tajam?
Sekarang bagaimana dengan pembangunan bidang (Pendidikan) Agama Islam? Masa Orde Baru ini mencatat banyak keberhasilan, diantaranya adalah: pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga Universitas (TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum, pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan, berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada 1975, pelarangan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai 1993 setelah berjalan sejak awal tahun 1980-an. Pemerintah juga akhirnya member izin pada pelajar Muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya dengan rok pendek dan kepala terbuka, terbentuknya UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dukungan pemerintah terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam yang telah lama diusulkan, lalu diteruskan dengan pendirian BAZIS (Badan Amal Zakat Infak dan Sedekah) yang idenya telah muncul sejak 1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pemberlakuan label halal atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan minuman pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan. Selanjutnya, pemerintah juga memfasilitasi penyebaran da’i ke daerah terpencil dan lahan transmigrasi, mengadakan MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an), peringatan hari besar Islam di Masjid Istiqlal, mencetak dan mengedarkan Mushaf Al-Qur’an dan buku-buku agama Islam untuk kemudian diberikan ke Masjid atau perpustakaan Islam, terpusatnya jama’ah haji di Asrama Haji, berdirinya MAN PK (Program Khusus) mulai 1968, dan pendidikan Pascasarjana untuk dosen IAIN baik ke dalam maupun luar negeri, merupakan keberhasilan lainnya. khusus mengenai Kebijakan ini, Departemen Agama telah membuka program Pascasarjana IAIN sejak 1983 dan join cooperation dengan negara-negara Barat untuk studi lanjut jenjang Magister maupun Doktor. Selain itu, penayangan pelajaran bahasa Arab di TVRI dilakukan sejak 1990, serta berdirinya Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 1990, dan sebagainya. Akibat semua kebijakan tersebut, pembangunan bidang agama Islam yang dilakukan Orde Baru mempercepat peningkatan jumlah umat Islam terdidik dan kelas menengah Muslim perkotaan.
Data di atas adalah sebuah prestasi. Akan tetapi, prioritas pembangunan ekonomi berjalan tidak seimbang dengan demokrasi. Konsentrasi pembangunan ekonomi menyebabkan kehidupan demokrasi agak terlantar. Pemilu dilaksanakan tanpa system multipartai sebagaimana Pemilu 1955, bahkan sejak 1973 jumlah partai disederhanakan menjadi tiga kontestan, yang pada 1984 semua parpol harus berasas tunggal, Pancasila. Kebebasan pers dan mimbar diawasi secara ketat, di penghujung tahun 1960 sampai 1980, terjadi banyak insiden kekerasan yang diklaim oleh pemerintah sebagai ekstrim kanan, dimana hal itu dijadikan oleh pemerintah untuk mewaspadai gerakan Islam militan. Termasuk dalam hal ini adalah peristiwa pembajakan pesawat Garuda, pengeboman bank-bank milik etnis Tionghoa, Pengeboman Candi Borobudur di Jawa Tengah, ketegangan sosial diberbagai daerah antara kelompok Muslim dengan pemerintah lokal, serta protes para pekerja Muslim di Tanjung Priok, Jakarta, terhadap pengotoran Masjid oleh tentara beragama Kristen. Kulminasi kekerasan kian meningkat dipenghujung Orde Baru, tahun 1996 diwarnai dengan kekerasan, seperti: pelanggaran hak-hak politik oleh aparat menimbulkan aksi kekerasan missal, pelanggaran HAM dan kerusuhan antar agama terjadi diberbagai tempat, seperti Situbondo, Tasikmalaya, Pekalongan dan Purwakarta. Lebih dari itu, kasus pertanahan, aksi kaum buruh dan kekerasan terhadap perempuan meningkat.
Ketimpangan antara pembangunan ekonomi dengan demokratisasi demikian menjadikan pembangunan bersifat artificial atau semu karena yang tampak dipermukaan adalah gedung dan menara yang tinggi, melambangkan kemampuan usaha dan ekonomi yang unggul, sementara pada lapis bawah (grass-root), rakyat tidak merasakan pemerataan hasil pembangunan ekonomi. Akibat lain berimbas pada bidang pendidikan. Pendidikan tidak menjadi headline, karena alokasi dana pendidikan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan alokasi dana bidang pembangunan ekonomi dan industri. Meskipun bidang ekonomi dan pendidikan, keduanya dirancang melalui Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dan PJP (Pembangunan Jangka Panjang), kebijakan yang ditempuh adalah sekotoral, ternyata tidak mampu saling menutupi.
Kembali kepada konteksnya, apa yang berubah dalam produk kebijakan pendidikan pada masa pembangunan ini? Produk kebijakan pendidikan pada masa pembangunan ini dihasilkan melalui program jangka pendek dalam Repelita maupun PJP. Produknya tercermin dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.2 Tahun 1989, Peraturan Pemerintah (PP), serta Surat Keputusan Menteri, dan lain-lain.
GBHN memuat berbagai bidang pembangunan nasional, termasuk bidang pendidikan. GBHN menginginkan agar setiap warga negara memperoleh kesempatan yang maksimal untuk menikmati pendidikan setinggi-tingginya. Berikut ini adalah uraian ringkas mengenai pola isi dan tema pokok GBHN yang menunjukkan adanya perubahan kebijakan pendidikan nasional. GBHN 1973, GBHN1978, GBHN 1983, GBHN 1988, dan GBHN 1993 memiliki pola isi dan tema yang tak jauh berbeda, yaitu:
a.       Dasar dan tujuan pendidikan nasional
b.      Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
c.       Pendidikan Moral Pancasila (PMP)
d.      Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB)
e.       Wajib Belajar
f.       Kesempatan Belajar
g.      Sistem Pendidikan Nasional
h.      Pendidikan umum dan kejuruan
i.        Pendidikan Luar Sekolah
j.        Perguruan swasta
k.      Perguruan tinggi
l.        Tenaga pendidik
m.    Sarana dan prasarana
n.      Pendidikan olah raga
o.      Pendidikan bahasa Indonesia
p.      Perpustakaan
Berikut ini disampaikan kutipan GBHN 1978 yang terkait dengan pendidikan:
GBHN 1978
a.       Bahwa pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, memepertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
b.      Dalam rangka melaksanakan pendidikan nasional perlu diambil langkah-langkah yang memungkinkan penghayatan dan pengamalan Pancasila oleh seluruh lapisan masyarakat.
c.       Pendidikan Pancasila termasuk Pendidikan Moral Pancasila dan unsur yang meneruskan dan mengembangkan jiwa dan nilai-nilai 1945 kepada generasi muda dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari Taman Kanak-kanak dampai Universitas baik negeri maupun swasta.
d.      Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan adalah tanggung jawab bersama anatar keluarga, masyarakat dan pemerintah.
e.       Perguruan swasta mempunyai peranan dan tanggungjawab dalam usaha melaksanakan pendidikan nasional. Untuk itu perlu dikembangkan pertumbuhan sesuai dengan kemampuan yang ada berdasarkan pola pendidikan nasional yang mantap, dengan tetap mengindahkan ciri-ciri khas perguruan yang bersangkutan.
f.       Pendidikan juga menjangkau program-progran luar sekolah yaitu pendidikan yang bersifat kemasyarakatan, termasuk kepramukaan, latihan-latihan keterampilan dan pemberantasan buta huruf dengan mendayagunakan sarana dan prasarana yang ada.
g.      Mutu pendidikan diangkat untuk mengejar ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutlak diperlukan untuk mempercepat pembangunan.
h.      Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan segala bidang yang memerlukan segala jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan produktivitas mutu dan efisiensi kerja.

Sumber.TAP MPR No.IV/MPR/1978

Di antara perubahan isi GBHN adalah bahwa Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) yang telah dimuat sejak GBHN 1983, atas prakarsa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Prof. Dr. Nugroho Notosusanto), dalam praktiknya mata pelajaran ini tidak berlangsung lama karena terjadi pergantian menteri. Sementara itu sejak GBHN 1988 telah dinyatakan pentingnya pendidikan yang terpadu dan serasi (konsep link and match), suatu konsep yang pelaksanaannya lebih populer pada masa Kabinet Pembangunan VI. Hal lain yang ebrbeda adalah dikembangkannya upaya pendidikan seumur hidup (life long education).
Selain dalam GBHN, produk kebijakan pendidikan nasional yang penting pada mas ini adalah UUSPN No.2 tahun 1989. Sebelum tahun 1989, Undang-undang yang berlaku adalah UUP No.4 Tahun 1950 jo UUP No.12 Tahun 1954 dan UUPP No.2 Tahun 1961 yang sering dipandang sebagai suatu kendala yang cukup mendasar bagi pembangunan pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Undang-undang tersebut, di samping tidak mencerminkan landasan kesatuan sistem pendidikan nasional, karena didasarkan pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat, juga tidak sebagaimana diamanatkan oelh UUD 1945. Sedangkan UUSPN No.2 Tahun 1989 memberikan arah bagi terwujudnya sati sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu. Semesta artinya terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara. Menyeluruh berarti mencakup semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, sedangkan terpadu berarti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional. UUSPN No.2 Tahun 1989 ini menganut demokrasi pendidikan, asas pendidikan seumur hidup, bersifat luwes dan fleksibel.
Perbandingan isi UUP No.4 Tahun 1950 dengan UUSPN No.2 Tahun 1989 dan perkembangan rumusan tujuan pendidikan nasional sejak masa kolonial Belanda, pendudukan Jepang hingga masa Orde Baru disampaikan di halaman sendiri setelah ini.
Semua langkah strategis dan keputusan politik di atas, membuktikan bahwa kebijakan politik di Indonesia berpengaruh besar dan langsung bagi pendidikan nasional. Berangkat dari sini dapat ditarik beberapa argumen bahwa: pertama, perubahan politik selalu menimbulkan perubahan kebijakan pendidikan. Pada masa kolonial, kebijakan pendidikan dilaksanakan menurut kepentingan penjajah. Setelah merdeka, orientasi pendidikan untuk kepentingan masyarakat luas, bangsa dan negara. Kedua, perkembangan politik lebih cepat dari pada perkembangan pendidikan. Keputusan politik yang diambil oleh individu dan atau kelompok dalam pemerintahan tertentu memiliki implikasi luas bagi masyarakat. Itu sebabnya membenahi praktik pendidikan mestilah disertai dengan pembaharuan kebijakannya. Ketiga, arah kebijakan pendidikan nasional bidang agama Islam pasca kolonial cenderung terus mengalami pembaharuan substansial maupun operasional, meskipun intensitasnya berbeda abtara satu fase dengan fase berikutnya.
Mengakhiri bagian ini, berikut ini disampaikan tabel perbandingan isi UUPP No.4 Tahun 1950, UUSPN No.2 Tahun 1989 dengan Sisdiknas 2003, tabel pergeseran tujuan pendidikan di Indonesia sejak masa kolonial Belanda, Jepang sampai masa kemerdekaan, serta sistem persekolahan yang dianut sampai dengan diundangkanny UUSPN No.2 Tahun 1989 yang hingga kini masih berlaku.
Dari tabel perbandingan di atas dapat diakatakan bahwa; pertama, UUPP No.4 tahun 1950 isinya bersifat terbatas baik dari sisi berlakunya, yakni untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah (Bab I pasal 1), sedang pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah ditetapkan dalam undang-undang lain (pasal 2), maupun masa berlakunya yang sementara, yakni hanya berlaku di daerah Republik Indonesia yang ketika itu ibu kotanya di Yogyakarta, lalu ditetapkan untuk seluruh Indonesia melalui UUPP No.12 Tahun 1954. Sedangkan UUSPN No.2 Tahun 1989 isinya bersifat lebih luas, tidak hanya berlaku bagi sekolah semata, melainkan juga mencakup sekolah-sekolah agama, misalnya madrasah, maupun cakupan isi sebagaimana tercermin dalam bab dan pasalnya, lebih rinci dan komprehensif. Status demikian kian diperkuat dalam sisdiknas 2003.
            Kedua, pelajaran agama menurut UUPP No.2 Tahun 1950diadakan di sekolah-sekolah negeri, dan orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak (Bab XII pasal 1), sedang pelajaran agama menurut UUSPN No.2 Tahun 1989 mewajibkan diberikannya pelajaran agama mulai dari TK sampai PT (negeri maupun swasta, bahkan dalam PP No. 27 Tahun1990 tentang pendidikan prasekolah (TK), dinyatakan bahwa isi program belajar pendidikan di TK meliputi pengembangan bidang agama). Kebijakan ini diteruskan dalam Sisdiknas 2003. Jelas hal ini menunjukkan adanya penguatan unsur agama dalam kebijakan pendidikan nasional.
Ketiga, sistem persekolahan berdasarkan UUPP No.4 Tahun 1950 dan UU No.22 Tahun 1961 berpola 2-6-3-3-5 tahun, masing-masing untuk TK-SD-SMP-SMA-PT, sedang sistem persekolahan berdasarkan UUSPN No.2 Tahun 1989 berpola 2-6-3-3-4 tahun dengan penghapusan jenajng Sarjana Muda sebagai Sarjana Strata Satu selama empat tahun. Perbedaan lain, ada UUSPN No.2 TAHUN 1989 dan Sisdiknas 2003, diselenggarakan pendidika program Diploma, jenjang Magister (Strata Dua), dan Doktor (Strata Tiga). Di samping itu, Bustanul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), memiliki status yang sejajar dengan TK, SD, SLTP, dan SMU. Untuk lebij jelasnya dapat dilihat dalam Tabel VI di bagian akhir bab ini.
Keempat, beberapa pasal yang tidak dimuat dalam UUPP No.4 Tahun 1950, seperti hak warga negara, satuan, jalur dan jenis-jenis pendidikan, kurikulum, peran serta masyarakat dan BPPN, dimuat secara jelas dala UUSPN No.2 Tahun 1989. Sementara beberapa komponen UUPP No.4 Tahun 1950 yang telah tidak sesuai, misalnya tentang pendidikan agama dan tujuan pendidikan dari waktu ke waktu, sejak masa kolonial Belanda Jepang, awal Kemerdekaan hingga terbentuknya UUSPN No.2 Tahun 1989, disajikan dalam tabel di bawah ini.
Kelima, pengembangan kurikulum secara mendasar terjadi pasa Sisdiknas 2003. Pada UUSPN No.2 Tahun 1989 memberlakukan kurikulum 1994 yang dipandang sebagai penyempurnaan kurikulum 1984, sedang kurikulum Berbasis kompetensi (KBK). Bedanya, kurikulum 1994 (konvensional) berorientasi pada penguasaan isi/materi (content based), sementara kurikulum 2004 berorientasi pada kemapuan (competency based). Perbedaan tersebut mengakibatkan pola hubungan guru-murid menjadi lebih humanistik, proses belajar-mengajar yang inetraktif-dinamis, serta evaluasi yang holistik. Bila kurikulum 1994 menekankan pada pencapaian tujuan, maka Kurikulum Berbasis Kompetensi mengutamakan proses dan produk.


TABEL V
PERGESERAN TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
KURUN WAKTU TUJUAN PENDIDIKAN ANALISIS
FAKTOR PERUBAHAN
Kurun Waktu
Tujuan Pendidikan
Analisis Faktor Perubahan
Masa Belanda:
1. Sebelum 1900
2. Sesudah 1900
Membentuk kelas elite


Membentuk kelas elite dan tenaga terdidik murah

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga buruh, kepentingan kaum modal dan tenaga administrasi
Masa Jepang (1942-1945)
Memenuhi tenaga buruh dan militer
Kepentingan perang Jepang
Tahun 1946
Membentuk warga negara yangs ejati dan dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara
Semangat nasionalisme dan patriotisme
UUPP No.4 Tahun 1950
Membentuk Manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air
Pengaruh bentuk negara RIS dan sistem Demokrasi Parlementer
KEPRES RI No.145 Tahun 1965
Melahirkan warga negara sosial Indonesia yang susila yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun materiil yang berjiwa Pancasila, yaitu:
a.  KeTuhanan Yang Maha Esa
b. Perikemanusiaan yang adil dan beradab
c.  Kebangsaan
d. kerakyatan
e.  Keadilan sosial, seperti yang dijelaskan dalam Manipol USDEK
Ide Manipol USDEK dan pengaruh PKI
TAP MPRS RI No.XXVII/ MPRS/1966 Bab II pasal 30
Membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketenutan seperti yang dikehendaki oleh UUD 1945
-     Pembubaran PKI
-     Munculnya Orde Baru dengan semangat kembali kepada Pancasila dan UUD 1945
GBHN 1973
Membentuk manusia-manusia pembangunan yang berPancasila untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengemabngkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termasuk dalam UUD 1945
Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita I.
GBHN 1978
Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketawaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat memebangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita I
GBHN 1983
Menigkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yahg Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat memabngun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita II
GBHN 1988
Meningkatkan kualitas manusia Indonesia manusia Indonesia, yaitumanusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadia, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri, cerdas, terampil, serta sehat jasmani dan rohani.
Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita III dan menguatnya pengaruh Umat (Islam)
Sisdiknas 2003
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan memebentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratif serta bertanggungjawab
Kebijakan reformasi pendidikan nasional
Diolah dari berbagai sumber.
TABEL VI
SISTEM PERSEKOLAHAN UUSPN NO.2 TAHUN 1989
Usia
24
Pendidikan Tinggi
Doktor (S-3)
Program Doktor
(S-3)
Spesialis II (SP II)

23
Magister (S-2)
Program Magister (S-2)
Spesialis I (SP I)
22
Sarjana (S-1)
Program Sarjana
(S-1)
Diploma 4 (D-4)
Diploma 3 (D-3)
Diploma 2 (D-2)
Diploma 1 (D-1)
21
20
19

18
Pendidikan Menengah
Madrasah Aliyah
(MA)
Sekolah Menengah Umum (SMU)
Sekolah
Menengah
Kejuruan
(SMK)
17
16

15
Pendidikan Dasar
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Sekolah
Lanjutan
Tingkat
Pertama
(SMP)
14
13
12

Madrasah Ibtidaiyah
Sekolah Dasar
11
10
9
8
7
6


5
Pra-Sekolah
Bustanul Athfal (BA)
Raudhatul Athfal (RA)
Taman Kanak-Kanak

B.     Perkembangan Pendidikan pada Masa Reformasi
            Sejalan dengan adanya berbagai perbaikan politik tersebut di atas, telah menimbulkan
keadaan pendidikan era reformasi  keadaannya jauh lebih baik dari keadaan pemerintah era Orde Baru. Karena dibentuknya kebijakan-kebijakan pendidikan era reformasi, kebijakan itu antara lain:
            Pertama, kebijakan tentang pemantapan pendidikan islam sebagai bagian dari Sistem pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyempurnaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Jika pada Undang-Undang No 2 Tahun 1989 hanya menyebutkan madrasah saja yang masuk dalam system pendidikan nasional, maka pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 manyebutkan pesantren, ma’had Ali, Roudhotul Athfal (Taman Kank-Kanak) dan Majlis Ta’lim termasuk dalam system pendidikan nasional. Dengan masuknya pesantren, ma’had Ali, Roudhotul Athfal (Taman Kank-Kanak) dan Majlis Ta’lim ke dalam system pendidikan nasional ini, maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan islam semakin diakui, juga menghilangkan kesan dikotomi dan diskriminasi. Sejalan dengan itu, maka berbagai perundang-undangan dan peraturan tentang standar nasional pendidikan tentang srtifikasi Guru dan Dosen, bukan hanya mengatur tentang Standar Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional saja, melainkan juga tentang Standar Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen yang berada di bawah Kementerian Agama.
            Kedua, kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan. Kebijakan ini misalnya terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan islam 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di dalamnya termasuk gaji Guru dan Dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian beasisiwa bagi siswa kurang mampu, pengadaan buku gratis, infrastruktur, sarana prasarana, media pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional. Dengan adanya anggaran pendidikan yang cukup besar ini, pendidikan saat ini mengalami pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan yang signifikan dibandingkan dengan keadaan pendidikan sebelumnya, termasuk keadaan pendiidkan islam.
            Ketiga, program wajib belajar 9 tahun, yaitu setiap anak Indonesia wajib memilki pendidikan minimal sampai 9 tahun. Program wajib belajar ini bukan hanya berlaku bagi anak-anak yang berlaku bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementeria Pendidikan Nasional, melainkan juga bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Agama.
            Keempat, penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Nasional (SBN), Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh komponen pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional. Dalam hal ini, pemerintah telah menetapkan, bagi sekolah yang akan ditetapkan menjadi SBI harus terlebih dahulu mencapai sekolah bertaraf SBN. Sekolah yang bertaraf nasional dan internasional ini bukan hanya terdapat pada sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, melainkan juga pada sekolah yamg bernaung di bawah Kementerian Agama.
            Kelima, kebijakn sertifikasi bagi semua Guru dan Dosen baik Negeri maupun Swasta, baik umum maupun Guru agama, baik Guru yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun Guru yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Agama. Program ini terkait erat dengan peningkatan mutu tenaga Guru dan Dosen sebagai tenaga pengajar yang profesional. Pemerintah sangat mendukung adanya program sertifikasi tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2005 tentang sertifikasi Guru dan Dosen, juga mengalokasikan anggaran biayanya  sebesar 20% dari APBN. Melalui program sertifikasi tersebut, maka kompetensi akademik, kompetensi pedagogik (teaching skill), kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial para Guru dan Dosen ditingkatkan.
            Keenam, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/tahun 2006). Melalui kurikulum ini para peserta didik tidak hanya dituntut menguasai mata pelajaran (subject matter)`sebagaimana yang ditekankan pada kurikulum 1995, melainkan juga dituntut memilki pengalaman proses mendapatkan pengetahuan tersebut, seperti membaca buku, memahami, menyimpulkan, mengumpulkan data, mendiskusikan, memecahkan masalah dan menganalisis. Dengan cara demikian para peserta didik diharapkan akan memiliki rasa percaya diri, kemampuan mengemukakan pendapat, kritis, inovatif, kreatif dan mandiri. Peserta didik yang yang demikian itulah yang diharapkan akan dapat menjawab tantangan era globalisasi, serta dapat merebut berbagai peluang yang terdapat di masyarakat.
            Ketujuh, pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada Guru (teacher centris) melalui kegiatan teachimg, melainkan juga berpusat pada murid (student centris) melalui kegiatan learnig (belajar) dan research (meneliti) dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan pendekatan ini metode yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar bukan hanya ceramah, seperti diskusi, seminar, pemecahan masalah, penugasan dan penemuan. Pendekatan proses belajar mengajar ini juga harus didasarkan pada asas demokratis, humanis dan adil, dengan cara menjadikan peserta didik bukan hanya menjadi objek pendidikan melainkan  juga sebagai subjek pendidikan yang berhak mengajukan saran dan masukan tentang pendekatan dan metode pendidikan.
            Kedelapan, penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang naik dan memuaskan (to give good service and satisfaction for all customers). Dengan pandangan bahwa pendidikan adalah sebuah komoditas yang diperdagangkan, agar komoditas tersebut menarik minat, maka komoditas tersebut harus diproduksi dengan kualitas yang unggul. Untuk itu seluruh komponen pendidikan harus dilakukan standarisasi. Standar tersebut harus dikerjakan oleh sumber daya manusia yang unggul, dilakukan perbaikan terus menerus, dan dilakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan ini, maka di zaman reformasi ini telah lahir Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi:
1.      Standar Isi (kurikulum)
2.       Standar Mutu Pendidikan
3.      Standar Proses Pendidikan
4.      Standar Pendidik dan tenaga kependidikan
5.      Standar Pengelolaan
6.      Standar Pembiayaan
7.      Standar Penilaian.
           Kesembilan, kebijakan mengubah sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri khas keagamaan. Dengan ciri ini, maka madrasah menjadi sekolah umum plus. Karena di madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah) ini, selain para siswa memperoleh pelajaran umum yang terdapat pada sekolah umu seperti SD, SMP, dan SMU. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka tidaklah mustahil jika suatu saat madrasah akan menjadi pilihan utama masyarakat.
           Seiring dengan lahirnya berbagai kebijakan pemerintah tentang pendidikan nasional telah disambut positif dan penuh optimisme oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama para pengelola pendidikan. Berbagai inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan komponen-komponen pendidikan  telah bangyak bermunculan di lembaga pendidikan. Melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah memberi peluang bagi masyarakat yang kurang mampu untuk menyekolahkan putra putrinya. Melalui program sertifikasi Guru dan Dosen telah menimbulkan perhatian kepada para Guru dan Dosen untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Melalui program Kuirkulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah melahirkan suasana akademik dan dan proses belajar mengajar yang lebih kreatif, inovatif dan mandiri. Demikian juga dengan adanya Standar Nasional Pendidikan telah timbul kesadaran gagi kalangan para pengelola pendidikan untuk melakukan akreditasi terhadap program  studi yang dilaksanakan.





BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut diatas, maka dapat di kemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, pemerintah di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaiakan, dan penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintah Orde Baru yang dilakukan secarah menyeluruh, yang meluputi bidang politik, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Berbagai kebijakan tersebut diarahkan pada sifat yang lebih demokratis, adil, transparan, akuntabel, bertanggung jawab dan  fairness dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, tertib, aman, dan sejahterah.
Kedua, Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional perasaan dan indera. Dengan demikian pendidikan menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup serta perubahan-perubahan yang terjadi, dan pemerintahan di era reformasi teleh melehirkan sejumlah kebijakan strategis dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya langsung dapat dirasakan masyarakat.yaitu, kebijakan tentang pembaruan Undang-undang sistem pendidikan nasional dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 peningkatan jumlah anggaran pendidikan yang amat signifikan, yakni dari yang semula hanya 5% menjadi 20% dari total anggaran APBN, perubahan kurikulum dari subjek matter ke arah pengembangan para kompetensi para lulusan, peningkatan mutu pendidikan melalui program sertifikasi, perubahan paradigma strategi, pendekatan dan metode pembelajaran ke arah yang lebih terpusat pada peserta didik (studen center).
Ketiga, barbagai kebijakan pemerintahan era roformasi dalam bidang pendidikan tersebut berlaku bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung di bawah kementrian pendidkan nasional saja, melainkan juga berlakau bagi madrasah dan perguruan tinggi agama yang bernaung di bawah kementrian agama. Dengan demikian kesan dikotomis antar pendidikan agama dan pendidikan umum, dan kesan perlakuan diskriminasi pemerintah terhadap pendidikan agama sudah tidak tampak lagi.





























Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (2005, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional).



Assegaf, Abd.Rachman, Politik Pendidikan Nasional Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005)