Selasa, 01 Maret 2016

POLITIK DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ERA REFORMASI



POLITIK DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ERA REFORMASI
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintahan Orde Baru yang dilakukan secara menyeluruh yang meliputi bidang pendidikan, pertahanan, keamanan, agama, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Berbagai kebijakan tersebut diarahkan pada sifatnya yang lebih demokratis, adil, transparan, akuntabel, kredibel, dan bertanggung jawab dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, tertib, aman dan sejahtera.
Pendidikan era reformasi telah melahirkan sejumlah kebijakan strategis dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya langsung dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas dan menyeluruh, bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung dibawah Kementerian Pendidikan Nasional saja, melainkan juga berlaku bagi madrasah dan Perguruan Tinggi yang bernaung di bawah Kementerian Agama.

B.     Rumusan Masalah :
1.      Bagaimana pergeseran pendidikan nasional dari masa pembangunan hingga masa reformasi?
2.      Bagaimana perkembangan pendidikan masa reformasi?

C.    Tujuan :
1.      Untuk mengetahui pergeseran pendidikan nasional dari masa pembangunan hingga reformasi.
2.      Untuk mengetahui perkembangan pendidikan masa reformasi.
  
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Masa Pembangunan Hingga Reformasi
Sejak 1966 Indonesia diperintah oleh Orde Baru. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu koreksi total terhadap Orde sebelumnya yang didominasi oleh PKI dan dianggap menyelewengkan Pancasila. Demikian pula munculnya era Reformasi sejak 1998 ditandai dengan berbagai upaya pembaharuan sistem politik, ekonomi, hukum, dan pendidikan nasional.
Fokus perhatian Orde Baru ditujukan pada empat tahap strategi politik. Semuanya berpengaruh langsung bagi kebijakan pendidikan nasional, yaitu: tahap pertama, penghancuran PKI beserta ideologi Marxisme dari kehidupan politik bangsa, serta membersihkan semua lembaga dan kekuatan sosial politik dari kader-kader PKI dan proses de-Nasakomisasi seluruh aspek kehidupan bangsa. Tahap kedua, konsolidasi Pemerintah dan pemurnian Pancasila dan UUD 1945; tahap ketiga, menghapuskan dualisme dalam kepemimpinan nasional; dan tahap keempat mengembalikan kestabilan politik dan merencanakan pembangunan. Itu sebabnya Orde Baru diidentikkan dengan masa pembangunan.
Apa implikasi keempat tahap strategi politik yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru tersebut bagi kebijakan pendidikan nasional?
Implikasinya, pada tahap pertama, pembubaran PKI, menimbulkan perubahan sekolah-sekolah yang bernaung di bawah PKI dan organisasi yang ada di bawahnya. Karenanya, pada tahun 1966 sampai 1971 terdapat gejala penurunan sekolah. Setelah resmi dibubarkan, PKI praktis tidak terlibat dalam birokrasi pemerintah maupun parpol lagi. Kondisi ini menguatkan posisi kelompok nasionalis dengan aksi pemurnian Pancasilanya melalui Orde Baru, dan kelompok Muslim yang smeula tersingkir dari keterlibatannya di arena politik. Tidak seperti Orde Lama, Kebijakan pendidikan agama kini wajib diberikan mulai TK sampai Universitas. Status madrasah disejajarkan dengan sekolah umum. Kurikulum yang semula terurai dalam Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana, yang berkarakter kini tersebut, diganti dengan kurikulum bermuatan pembinaan Pancasila. Prestasi penting lainnya adalah diberlakukannya UUSPN No.2 Tahun 1989. Kurikulum 1994, manutup produk kebijakan pendidikan masa Orde Baru.
Tahap kedua, mengadakan konsolidasi pemerintah dan pemurnian pancasila, hal ini berpengaruh besar bagi perubahan redaksi tujuan pendidikan nasional. Konsolidasi pemerintah dilakukan dengan pembentukan kabinet baru dan menyusunan program pembangunan. Adapun upaya pemurnian Pancasila menjadi prioritas. Sebagaimana telah disebut pada bagian sebelumnya, ketika pengaruh ide Manipol masih kuat, maka tujuan pendidikannya diarahkan supaya melahirkan warga negara sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggungjawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, dan seterusnya, maka ketika PKI dibubarkan, kembali pada UUD 1945 dan pemurnian Pancasila, tujuan pendidikannya pun menjadi membentuk manusia berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945. Perubahan mendasar di atas menunjukkan bahwa ide manipol USDEK telah diganti secara tegas menjadi falsafah Pancasila. Lantas, upaya pemurnian Pancasila.
Orde Baru diwarnai dengan semangat serba Pancasila. Semangat ini selalu ditekankan, baik dalm bidang politik maupun pendidikan. Penataran P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengenalan Pancasila) harus diberikan kepada siswa/peserta didik yang diterima di sekolah atau PT, disamping masih adanya mata pelajaran Pancasila. Mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) termasuk yang mempengaruhi kenaikan kelas atau kelulusan sekolah. Setelah EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) diberlakukan, PMP menjadi komponen bidang studi yang mempengaruhi nilai komulatif DANEM (Daftar Nilai EBTANAS Murni), padahal DANEM berfungsi sebagai standar memasuki jenjang pendidikan di atasnya. Penataran P-4 juga berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di tingkat desa pun, penduduk didata untuk memperoleh pembinaan P-4. Sejak 1984, semua parpol dan ormas diharuskan menganut partai tunggal, Pancasila. Orde Baru diwarnai dengan semangat serba Pancasila.
Pada tahap ketiga, menghapuskan dualisme dalam kepemimpinan nasional. Untuk itu diadakan sidang istimewa MPRS tahun1967 dengan hasil diangkatnya Soeharto sebagai Presiden, juga menghapuskan dualisme penafsiran tentang Pancasila dan UUD 1945.
Implikasi tahap keempat, mengembalikan kestabilan politik dan merencanakan pembangunan. Strategi ini dilakukan dengan jalan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan ekonomi serta mengembalikan wibawa pemerintah dari pusat sampai desa. Pembangunan dilaksanakan pada semua bidang, utamanya ekonomi dan pendidikan.
Konsentrasi pembangunan ekonomi menunjukkan record yang membanggakan. Pertumbuhan ekonomi selama Orde Baru meningkat secara rata-rata sebesar 6,8% per tahun. Laju pertumbuhan ini adalah lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan ekonomi rata-rata yang ditetepkan di setiap Pelita, yaitu sebesar 5%. Pendapatan perkapita naik secara mencolok, dari Rp. 20.000,00 pertahun pada tahun 1969 menjadi Rp. 1.038.000,00 pertahun pada 1991, yang berarti meningkat lebih dari 51 kali lipat. Penduduk miskin telah berkurang secara drastis dari sebanyak 54,2 juta orang atau 40,1% dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun1976 menjadi tinggal sebanyak 27,2 juta orang atau 15,1% dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1990. Belanja pembangunan selama Repelita I meningkat dai 1,3 trilyun rupiah menjadi hampir 78 trilyun rupiah pada Repelita V, atau meningkat 61 kali lipat. Peranan tabungan juga meningkat dari 44,5% dalam Pelita I menjadi 49,5% dalam Repelita V. di lain pihak peranan bantuan luar negeri semakin menurun dalam periode yang sama, yaitu dari 55,5% menjadi 50,5%. Sampai pada 1996, pertumbuhan ekonomi berkisar 7,5%, atau lebih dari 1995 yang mencapai 8,07% pertahun, namun perolehan ini masih dipuji bahkan menurut East Asian Standard, walaupun di saat yang sama, sebagai isyarat mulai turunnya pertumbuhan ekonomi nasional. Ini menandakan bahwa kemampuan dalam negeri makin meningkat dan ketergantungan pada bantuan luar negeri makin berkurang. Secara makro, dinamika pembangunan nasional menunjukkan kemajuan yang mengesankan, terutama kehadiran pertumbuhan ekomoni.
Kemajuan sektor pendidikan juga tampil denga record positif. Selama PJP I (1969-1991), sekolah, guru dan murid SD meningkat secara mencolok, lebih dari 3,5 kali lipat. Kelembagaan SLTP juga mengalami peningkatan lebih dari 4 kali lipat, dan kelembagaan SLTA meningkat lebih dari 5,5 kali lipat. Terlebih jumlah guru dan murid SLTA, keduanya meningkat lebih dari 8 kali lipat. Di lingkugna PT, jumlah kelembagaannya meningkat lebih dari 3,5 kali lipat. Jumlah dosen meningkat lebih dari 9 kali lipat, sementara jumlah peserta didik juga meningkat hampir 9 kali lipat.  Semua peningkatan tersebut dicapai pada tahun 1991, bila dibandingkan dengan awal Repelita I, 1969. Bias jadi perkembangan kuantitatif kelembagaan pendidikan ini berarti peningkatan partisipasi dan kesadaran masyarakat atas pendidikan, tapi, di balik itu, bukankah jumlah penduduk secara nasional juga meningkat tajam?
Sekarang bagaimana dengan pembangunan bidang (Pendidikan) Agama Islam? Masa Orde Baru ini mencatat banyak keberhasilan, diantaranya adalah: pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga Universitas (TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum, pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan, berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada 1975, pelarangan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai 1993 setelah berjalan sejak awal tahun 1980-an. Pemerintah juga akhirnya member izin pada pelajar Muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya dengan rok pendek dan kepala terbuka, terbentuknya UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dukungan pemerintah terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam yang telah lama diusulkan, lalu diteruskan dengan pendirian BAZIS (Badan Amal Zakat Infak dan Sedekah) yang idenya telah muncul sejak 1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pemberlakuan label halal atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan minuman pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan. Selanjutnya, pemerintah juga memfasilitasi penyebaran da’i ke daerah terpencil dan lahan transmigrasi, mengadakan MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an), peringatan hari besar Islam di Masjid Istiqlal, mencetak dan mengedarkan Mushaf Al-Qur’an dan buku-buku agama Islam untuk kemudian diberikan ke Masjid atau perpustakaan Islam, terpusatnya jama’ah haji di Asrama Haji, berdirinya MAN PK (Program Khusus) mulai 1968, dan pendidikan Pascasarjana untuk dosen IAIN baik ke dalam maupun luar negeri, merupakan keberhasilan lainnya. khusus mengenai Kebijakan ini, Departemen Agama telah membuka program Pascasarjana IAIN sejak 1983 dan join cooperation dengan negara-negara Barat untuk studi lanjut jenjang Magister maupun Doktor. Selain itu, penayangan pelajaran bahasa Arab di TVRI dilakukan sejak 1990, serta berdirinya Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 1990, dan sebagainya. Akibat semua kebijakan tersebut, pembangunan bidang agama Islam yang dilakukan Orde Baru mempercepat peningkatan jumlah umat Islam terdidik dan kelas menengah Muslim perkotaan.
Data di atas adalah sebuah prestasi. Akan tetapi, prioritas pembangunan ekonomi berjalan tidak seimbang dengan demokrasi. Konsentrasi pembangunan ekonomi menyebabkan kehidupan demokrasi agak terlantar. Pemilu dilaksanakan tanpa system multipartai sebagaimana Pemilu 1955, bahkan sejak 1973 jumlah partai disederhanakan menjadi tiga kontestan, yang pada 1984 semua parpol harus berasas tunggal, Pancasila. Kebebasan pers dan mimbar diawasi secara ketat, di penghujung tahun 1960 sampai 1980, terjadi banyak insiden kekerasan yang diklaim oleh pemerintah sebagai ekstrim kanan, dimana hal itu dijadikan oleh pemerintah untuk mewaspadai gerakan Islam militan. Termasuk dalam hal ini adalah peristiwa pembajakan pesawat Garuda, pengeboman bank-bank milik etnis Tionghoa, Pengeboman Candi Borobudur di Jawa Tengah, ketegangan sosial diberbagai daerah antara kelompok Muslim dengan pemerintah lokal, serta protes para pekerja Muslim di Tanjung Priok, Jakarta, terhadap pengotoran Masjid oleh tentara beragama Kristen. Kulminasi kekerasan kian meningkat dipenghujung Orde Baru, tahun 1996 diwarnai dengan kekerasan, seperti: pelanggaran hak-hak politik oleh aparat menimbulkan aksi kekerasan missal, pelanggaran HAM dan kerusuhan antar agama terjadi diberbagai tempat, seperti Situbondo, Tasikmalaya, Pekalongan dan Purwakarta. Lebih dari itu, kasus pertanahan, aksi kaum buruh dan kekerasan terhadap perempuan meningkat.
Ketimpangan antara pembangunan ekonomi dengan demokratisasi demikian menjadikan pembangunan bersifat artificial atau semu karena yang tampak dipermukaan adalah gedung dan menara yang tinggi, melambangkan kemampuan usaha dan ekonomi yang unggul, sementara pada lapis bawah (grass-root), rakyat tidak merasakan pemerataan hasil pembangunan ekonomi. Akibat lain berimbas pada bidang pendidikan. Pendidikan tidak menjadi headline, karena alokasi dana pendidikan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan alokasi dana bidang pembangunan ekonomi dan industri. Meskipun bidang ekonomi dan pendidikan, keduanya dirancang melalui Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dan PJP (Pembangunan Jangka Panjang), kebijakan yang ditempuh adalah sekotoral, ternyata tidak mampu saling menutupi.
Kembali kepada konteksnya, apa yang berubah dalam produk kebijakan pendidikan pada masa pembangunan ini? Produk kebijakan pendidikan pada masa pembangunan ini dihasilkan melalui program jangka pendek dalam Repelita maupun PJP. Produknya tercermin dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.2 Tahun 1989, Peraturan Pemerintah (PP), serta Surat Keputusan Menteri, dan lain-lain.
GBHN memuat berbagai bidang pembangunan nasional, termasuk bidang pendidikan. GBHN menginginkan agar setiap warga negara memperoleh kesempatan yang maksimal untuk menikmati pendidikan setinggi-tingginya. Berikut ini adalah uraian ringkas mengenai pola isi dan tema pokok GBHN yang menunjukkan adanya perubahan kebijakan pendidikan nasional. GBHN 1973, GBHN1978, GBHN 1983, GBHN 1988, dan GBHN 1993 memiliki pola isi dan tema yang tak jauh berbeda, yaitu:
a.       Dasar dan tujuan pendidikan nasional
b.      Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
c.       Pendidikan Moral Pancasila (PMP)
d.      Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB)
e.       Wajib Belajar
f.       Kesempatan Belajar
g.      Sistem Pendidikan Nasional
h.      Pendidikan umum dan kejuruan
i.        Pendidikan Luar Sekolah
j.        Perguruan swasta
k.      Perguruan tinggi
l.        Tenaga pendidik
m.    Sarana dan prasarana
n.      Pendidikan olah raga
o.      Pendidikan bahasa Indonesia
p.      Perpustakaan
Berikut ini disampaikan kutipan GBHN 1978 yang terkait dengan pendidikan:
GBHN 1978
a.       Bahwa pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, memepertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
b.      Dalam rangka melaksanakan pendidikan nasional perlu diambil langkah-langkah yang memungkinkan penghayatan dan pengamalan Pancasila oleh seluruh lapisan masyarakat.
c.       Pendidikan Pancasila termasuk Pendidikan Moral Pancasila dan unsur yang meneruskan dan mengembangkan jiwa dan nilai-nilai 1945 kepada generasi muda dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari Taman Kanak-kanak dampai Universitas baik negeri maupun swasta.
d.      Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan adalah tanggung jawab bersama anatar keluarga, masyarakat dan pemerintah.
e.       Perguruan swasta mempunyai peranan dan tanggungjawab dalam usaha melaksanakan pendidikan nasional. Untuk itu perlu dikembangkan pertumbuhan sesuai dengan kemampuan yang ada berdasarkan pola pendidikan nasional yang mantap, dengan tetap mengindahkan ciri-ciri khas perguruan yang bersangkutan.
f.       Pendidikan juga menjangkau program-progran luar sekolah yaitu pendidikan yang bersifat kemasyarakatan, termasuk kepramukaan, latihan-latihan keterampilan dan pemberantasan buta huruf dengan mendayagunakan sarana dan prasarana yang ada.
g.      Mutu pendidikan diangkat untuk mengejar ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutlak diperlukan untuk mempercepat pembangunan.
h.      Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan segala bidang yang memerlukan segala jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan produktivitas mutu dan efisiensi kerja.

Sumber.TAP MPR No.IV/MPR/1978

Di antara perubahan isi GBHN adalah bahwa Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) yang telah dimuat sejak GBHN 1983, atas prakarsa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Prof. Dr. Nugroho Notosusanto), dalam praktiknya mata pelajaran ini tidak berlangsung lama karena terjadi pergantian menteri. Sementara itu sejak GBHN 1988 telah dinyatakan pentingnya pendidikan yang terpadu dan serasi (konsep link and match), suatu konsep yang pelaksanaannya lebih populer pada masa Kabinet Pembangunan VI. Hal lain yang ebrbeda adalah dikembangkannya upaya pendidikan seumur hidup (life long education).
Selain dalam GBHN, produk kebijakan pendidikan nasional yang penting pada mas ini adalah UUSPN No.2 tahun 1989. Sebelum tahun 1989, Undang-undang yang berlaku adalah UUP No.4 Tahun 1950 jo UUP No.12 Tahun 1954 dan UUPP No.2 Tahun 1961 yang sering dipandang sebagai suatu kendala yang cukup mendasar bagi pembangunan pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Undang-undang tersebut, di samping tidak mencerminkan landasan kesatuan sistem pendidikan nasional, karena didasarkan pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat, juga tidak sebagaimana diamanatkan oelh UUD 1945. Sedangkan UUSPN No.2 Tahun 1989 memberikan arah bagi terwujudnya sati sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu. Semesta artinya terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara. Menyeluruh berarti mencakup semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, sedangkan terpadu berarti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional. UUSPN No.2 Tahun 1989 ini menganut demokrasi pendidikan, asas pendidikan seumur hidup, bersifat luwes dan fleksibel.
Perbandingan isi UUP No.4 Tahun 1950 dengan UUSPN No.2 Tahun 1989 dan perkembangan rumusan tujuan pendidikan nasional sejak masa kolonial Belanda, pendudukan Jepang hingga masa Orde Baru disampaikan di halaman sendiri setelah ini.
Semua langkah strategis dan keputusan politik di atas, membuktikan bahwa kebijakan politik di Indonesia berpengaruh besar dan langsung bagi pendidikan nasional. Berangkat dari sini dapat ditarik beberapa argumen bahwa: pertama, perubahan politik selalu menimbulkan perubahan kebijakan pendidikan. Pada masa kolonial, kebijakan pendidikan dilaksanakan menurut kepentingan penjajah. Setelah merdeka, orientasi pendidikan untuk kepentingan masyarakat luas, bangsa dan negara. Kedua, perkembangan politik lebih cepat dari pada perkembangan pendidikan. Keputusan politik yang diambil oleh individu dan atau kelompok dalam pemerintahan tertentu memiliki implikasi luas bagi masyarakat. Itu sebabnya membenahi praktik pendidikan mestilah disertai dengan pembaharuan kebijakannya. Ketiga, arah kebijakan pendidikan nasional bidang agama Islam pasca kolonial cenderung terus mengalami pembaharuan substansial maupun operasional, meskipun intensitasnya berbeda abtara satu fase dengan fase berikutnya.
Mengakhiri bagian ini, berikut ini disampaikan tabel perbandingan isi UUPP No.4 Tahun 1950, UUSPN No.2 Tahun 1989 dengan Sisdiknas 2003, tabel pergeseran tujuan pendidikan di Indonesia sejak masa kolonial Belanda, Jepang sampai masa kemerdekaan, serta sistem persekolahan yang dianut sampai dengan diundangkanny UUSPN No.2 Tahun 1989 yang hingga kini masih berlaku.
Dari tabel perbandingan di atas dapat diakatakan bahwa; pertama, UUPP No.4 tahun 1950 isinya bersifat terbatas baik dari sisi berlakunya, yakni untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah (Bab I pasal 1), sedang pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah ditetapkan dalam undang-undang lain (pasal 2), maupun masa berlakunya yang sementara, yakni hanya berlaku di daerah Republik Indonesia yang ketika itu ibu kotanya di Yogyakarta, lalu ditetapkan untuk seluruh Indonesia melalui UUPP No.12 Tahun 1954. Sedangkan UUSPN No.2 Tahun 1989 isinya bersifat lebih luas, tidak hanya berlaku bagi sekolah semata, melainkan juga mencakup sekolah-sekolah agama, misalnya madrasah, maupun cakupan isi sebagaimana tercermin dalam bab dan pasalnya, lebih rinci dan komprehensif. Status demikian kian diperkuat dalam sisdiknas 2003.
            Kedua, pelajaran agama menurut UUPP No.2 Tahun 1950diadakan di sekolah-sekolah negeri, dan orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak (Bab XII pasal 1), sedang pelajaran agama menurut UUSPN No.2 Tahun 1989 mewajibkan diberikannya pelajaran agama mulai dari TK sampai PT (negeri maupun swasta, bahkan dalam PP No. 27 Tahun1990 tentang pendidikan prasekolah (TK), dinyatakan bahwa isi program belajar pendidikan di TK meliputi pengembangan bidang agama). Kebijakan ini diteruskan dalam Sisdiknas 2003. Jelas hal ini menunjukkan adanya penguatan unsur agama dalam kebijakan pendidikan nasional.
Ketiga, sistem persekolahan berdasarkan UUPP No.4 Tahun 1950 dan UU No.22 Tahun 1961 berpola 2-6-3-3-5 tahun, masing-masing untuk TK-SD-SMP-SMA-PT, sedang sistem persekolahan berdasarkan UUSPN No.2 Tahun 1989 berpola 2-6-3-3-4 tahun dengan penghapusan jenajng Sarjana Muda sebagai Sarjana Strata Satu selama empat tahun. Perbedaan lain, ada UUSPN No.2 TAHUN 1989 dan Sisdiknas 2003, diselenggarakan pendidika program Diploma, jenjang Magister (Strata Dua), dan Doktor (Strata Tiga). Di samping itu, Bustanul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), memiliki status yang sejajar dengan TK, SD, SLTP, dan SMU. Untuk lebij jelasnya dapat dilihat dalam Tabel VI di bagian akhir bab ini.
Keempat, beberapa pasal yang tidak dimuat dalam UUPP No.4 Tahun 1950, seperti hak warga negara, satuan, jalur dan jenis-jenis pendidikan, kurikulum, peran serta masyarakat dan BPPN, dimuat secara jelas dala UUSPN No.2 Tahun 1989. Sementara beberapa komponen UUPP No.4 Tahun 1950 yang telah tidak sesuai, misalnya tentang pendidikan agama dan tujuan pendidikan dari waktu ke waktu, sejak masa kolonial Belanda Jepang, awal Kemerdekaan hingga terbentuknya UUSPN No.2 Tahun 1989, disajikan dalam tabel di bawah ini.
Kelima, pengembangan kurikulum secara mendasar terjadi pasa Sisdiknas 2003. Pada UUSPN No.2 Tahun 1989 memberlakukan kurikulum 1994 yang dipandang sebagai penyempurnaan kurikulum 1984, sedang kurikulum Berbasis kompetensi (KBK). Bedanya, kurikulum 1994 (konvensional) berorientasi pada penguasaan isi/materi (content based), sementara kurikulum 2004 berorientasi pada kemapuan (competency based). Perbedaan tersebut mengakibatkan pola hubungan guru-murid menjadi lebih humanistik, proses belajar-mengajar yang inetraktif-dinamis, serta evaluasi yang holistik. Bila kurikulum 1994 menekankan pada pencapaian tujuan, maka Kurikulum Berbasis Kompetensi mengutamakan proses dan produk.


TABEL V
PERGESERAN TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
KURUN WAKTU TUJUAN PENDIDIKAN ANALISIS
FAKTOR PERUBAHAN
Kurun Waktu
Tujuan Pendidikan
Analisis Faktor Perubahan
Masa Belanda:
1. Sebelum 1900
2. Sesudah 1900
Membentuk kelas elite


Membentuk kelas elite dan tenaga terdidik murah

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga buruh, kepentingan kaum modal dan tenaga administrasi
Masa Jepang (1942-1945)
Memenuhi tenaga buruh dan militer
Kepentingan perang Jepang
Tahun 1946
Membentuk warga negara yangs ejati dan dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara
Semangat nasionalisme dan patriotisme
UUPP No.4 Tahun 1950
Membentuk Manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air
Pengaruh bentuk negara RIS dan sistem Demokrasi Parlementer
KEPRES RI No.145 Tahun 1965
Melahirkan warga negara sosial Indonesia yang susila yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun materiil yang berjiwa Pancasila, yaitu:
a.  KeTuhanan Yang Maha Esa
b. Perikemanusiaan yang adil dan beradab
c.  Kebangsaan
d. kerakyatan
e.  Keadilan sosial, seperti yang dijelaskan dalam Manipol USDEK
Ide Manipol USDEK dan pengaruh PKI
TAP MPRS RI No.XXVII/ MPRS/1966 Bab II pasal 30
Membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketenutan seperti yang dikehendaki oleh UUD 1945
-     Pembubaran PKI
-     Munculnya Orde Baru dengan semangat kembali kepada Pancasila dan UUD 1945
GBHN 1973
Membentuk manusia-manusia pembangunan yang berPancasila untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengemabngkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termasuk dalam UUD 1945
Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita I.
GBHN 1978
Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketawaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat memebangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita I
GBHN 1983
Menigkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yahg Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat memabngun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita II
GBHN 1988
Meningkatkan kualitas manusia Indonesia manusia Indonesia, yaitumanusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadia, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri, cerdas, terampil, serta sehat jasmani dan rohani.
Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita III dan menguatnya pengaruh Umat (Islam)
Sisdiknas 2003
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan memebentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratif serta bertanggungjawab
Kebijakan reformasi pendidikan nasional
Diolah dari berbagai sumber.
TABEL VI
SISTEM PERSEKOLAHAN UUSPN NO.2 TAHUN 1989
Usia
24
Pendidikan Tinggi
Doktor (S-3)
Program Doktor
(S-3)
Spesialis II (SP II)

23
Magister (S-2)
Program Magister (S-2)
Spesialis I (SP I)
22
Sarjana (S-1)
Program Sarjana
(S-1)
Diploma 4 (D-4)
Diploma 3 (D-3)
Diploma 2 (D-2)
Diploma 1 (D-1)
21
20
19

18
Pendidikan Menengah
Madrasah Aliyah
(MA)
Sekolah Menengah Umum (SMU)
Sekolah
Menengah
Kejuruan
(SMK)
17
16

15
Pendidikan Dasar
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Sekolah
Lanjutan
Tingkat
Pertama
(SMP)
14
13
12

Madrasah Ibtidaiyah
Sekolah Dasar
11
10
9
8
7
6


5
Pra-Sekolah
Bustanul Athfal (BA)
Raudhatul Athfal (RA)
Taman Kanak-Kanak

B.     Perkembangan Pendidikan pada Masa Reformasi
            Sejalan dengan adanya berbagai perbaikan politik tersebut di atas, telah menimbulkan
keadaan pendidikan era reformasi  keadaannya jauh lebih baik dari keadaan pemerintah era Orde Baru. Karena dibentuknya kebijakan-kebijakan pendidikan era reformasi, kebijakan itu antara lain:
            Pertama, kebijakan tentang pemantapan pendidikan islam sebagai bagian dari Sistem pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyempurnaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Jika pada Undang-Undang No 2 Tahun 1989 hanya menyebutkan madrasah saja yang masuk dalam system pendidikan nasional, maka pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 manyebutkan pesantren, ma’had Ali, Roudhotul Athfal (Taman Kank-Kanak) dan Majlis Ta’lim termasuk dalam system pendidikan nasional. Dengan masuknya pesantren, ma’had Ali, Roudhotul Athfal (Taman Kank-Kanak) dan Majlis Ta’lim ke dalam system pendidikan nasional ini, maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan islam semakin diakui, juga menghilangkan kesan dikotomi dan diskriminasi. Sejalan dengan itu, maka berbagai perundang-undangan dan peraturan tentang standar nasional pendidikan tentang srtifikasi Guru dan Dosen, bukan hanya mengatur tentang Standar Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional saja, melainkan juga tentang Standar Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen yang berada di bawah Kementerian Agama.
            Kedua, kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan. Kebijakan ini misalnya terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan islam 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di dalamnya termasuk gaji Guru dan Dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian beasisiwa bagi siswa kurang mampu, pengadaan buku gratis, infrastruktur, sarana prasarana, media pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional. Dengan adanya anggaran pendidikan yang cukup besar ini, pendidikan saat ini mengalami pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan yang signifikan dibandingkan dengan keadaan pendidikan sebelumnya, termasuk keadaan pendiidkan islam.
            Ketiga, program wajib belajar 9 tahun, yaitu setiap anak Indonesia wajib memilki pendidikan minimal sampai 9 tahun. Program wajib belajar ini bukan hanya berlaku bagi anak-anak yang berlaku bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementeria Pendidikan Nasional, melainkan juga bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Agama.
            Keempat, penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Nasional (SBN), Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh komponen pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional. Dalam hal ini, pemerintah telah menetapkan, bagi sekolah yang akan ditetapkan menjadi SBI harus terlebih dahulu mencapai sekolah bertaraf SBN. Sekolah yang bertaraf nasional dan internasional ini bukan hanya terdapat pada sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, melainkan juga pada sekolah yamg bernaung di bawah Kementerian Agama.
            Kelima, kebijakn sertifikasi bagi semua Guru dan Dosen baik Negeri maupun Swasta, baik umum maupun Guru agama, baik Guru yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun Guru yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Agama. Program ini terkait erat dengan peningkatan mutu tenaga Guru dan Dosen sebagai tenaga pengajar yang profesional. Pemerintah sangat mendukung adanya program sertifikasi tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2005 tentang sertifikasi Guru dan Dosen, juga mengalokasikan anggaran biayanya  sebesar 20% dari APBN. Melalui program sertifikasi tersebut, maka kompetensi akademik, kompetensi pedagogik (teaching skill), kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial para Guru dan Dosen ditingkatkan.
            Keenam, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/tahun 2006). Melalui kurikulum ini para peserta didik tidak hanya dituntut menguasai mata pelajaran (subject matter)`sebagaimana yang ditekankan pada kurikulum 1995, melainkan juga dituntut memilki pengalaman proses mendapatkan pengetahuan tersebut, seperti membaca buku, memahami, menyimpulkan, mengumpulkan data, mendiskusikan, memecahkan masalah dan menganalisis. Dengan cara demikian para peserta didik diharapkan akan memiliki rasa percaya diri, kemampuan mengemukakan pendapat, kritis, inovatif, kreatif dan mandiri. Peserta didik yang yang demikian itulah yang diharapkan akan dapat menjawab tantangan era globalisasi, serta dapat merebut berbagai peluang yang terdapat di masyarakat.
            Ketujuh, pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada Guru (teacher centris) melalui kegiatan teachimg, melainkan juga berpusat pada murid (student centris) melalui kegiatan learnig (belajar) dan research (meneliti) dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan pendekatan ini metode yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar bukan hanya ceramah, seperti diskusi, seminar, pemecahan masalah, penugasan dan penemuan. Pendekatan proses belajar mengajar ini juga harus didasarkan pada asas demokratis, humanis dan adil, dengan cara menjadikan peserta didik bukan hanya menjadi objek pendidikan melainkan  juga sebagai subjek pendidikan yang berhak mengajukan saran dan masukan tentang pendekatan dan metode pendidikan.
            Kedelapan, penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang naik dan memuaskan (to give good service and satisfaction for all customers). Dengan pandangan bahwa pendidikan adalah sebuah komoditas yang diperdagangkan, agar komoditas tersebut menarik minat, maka komoditas tersebut harus diproduksi dengan kualitas yang unggul. Untuk itu seluruh komponen pendidikan harus dilakukan standarisasi. Standar tersebut harus dikerjakan oleh sumber daya manusia yang unggul, dilakukan perbaikan terus menerus, dan dilakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan ini, maka di zaman reformasi ini telah lahir Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi:
1.      Standar Isi (kurikulum)
2.       Standar Mutu Pendidikan
3.      Standar Proses Pendidikan
4.      Standar Pendidik dan tenaga kependidikan
5.      Standar Pengelolaan
6.      Standar Pembiayaan
7.      Standar Penilaian.
           Kesembilan, kebijakan mengubah sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri khas keagamaan. Dengan ciri ini, maka madrasah menjadi sekolah umum plus. Karena di madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah) ini, selain para siswa memperoleh pelajaran umum yang terdapat pada sekolah umu seperti SD, SMP, dan SMU. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka tidaklah mustahil jika suatu saat madrasah akan menjadi pilihan utama masyarakat.
           Seiring dengan lahirnya berbagai kebijakan pemerintah tentang pendidikan nasional telah disambut positif dan penuh optimisme oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama para pengelola pendidikan. Berbagai inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan komponen-komponen pendidikan  telah bangyak bermunculan di lembaga pendidikan. Melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah memberi peluang bagi masyarakat yang kurang mampu untuk menyekolahkan putra putrinya. Melalui program sertifikasi Guru dan Dosen telah menimbulkan perhatian kepada para Guru dan Dosen untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Melalui program Kuirkulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah melahirkan suasana akademik dan dan proses belajar mengajar yang lebih kreatif, inovatif dan mandiri. Demikian juga dengan adanya Standar Nasional Pendidikan telah timbul kesadaran gagi kalangan para pengelola pendidikan untuk melakukan akreditasi terhadap program  studi yang dilaksanakan.





BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut diatas, maka dapat di kemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, pemerintah di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaiakan, dan penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintah Orde Baru yang dilakukan secarah menyeluruh, yang meluputi bidang politik, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Berbagai kebijakan tersebut diarahkan pada sifat yang lebih demokratis, adil, transparan, akuntabel, bertanggung jawab dan  fairness dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, tertib, aman, dan sejahterah.
Kedua, Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional perasaan dan indera. Dengan demikian pendidikan menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup serta perubahan-perubahan yang terjadi, dan pemerintahan di era reformasi teleh melehirkan sejumlah kebijakan strategis dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya langsung dapat dirasakan masyarakat.yaitu, kebijakan tentang pembaruan Undang-undang sistem pendidikan nasional dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 peningkatan jumlah anggaran pendidikan yang amat signifikan, yakni dari yang semula hanya 5% menjadi 20% dari total anggaran APBN, perubahan kurikulum dari subjek matter ke arah pengembangan para kompetensi para lulusan, peningkatan mutu pendidikan melalui program sertifikasi, perubahan paradigma strategi, pendekatan dan metode pembelajaran ke arah yang lebih terpusat pada peserta didik (studen center).
Ketiga, barbagai kebijakan pemerintahan era roformasi dalam bidang pendidikan tersebut berlaku bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung di bawah kementrian pendidkan nasional saja, melainkan juga berlakau bagi madrasah dan perguruan tinggi agama yang bernaung di bawah kementrian agama. Dengan demikian kesan dikotomis antar pendidikan agama dan pendidikan umum, dan kesan perlakuan diskriminasi pemerintah terhadap pendidikan agama sudah tidak tampak lagi.





























Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (2005, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional).



Assegaf, Abd.Rachman, Politik Pendidikan Nasional Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar